Indonesia belum beranjak dari persoalan besar bangsa yang menjatuhkan Suharto 19 tahun yang lalu. Perbedaannya hanya pada sosok-sosok yang berkuasa dan menguasai peta persekongkolan jahat. Ciri lainnya, jika pada masa Suharto terpusat pada dirinya seorang, kini lebih terpolarisasi dalam sejumlah kutub pengaruh dan kekuasaan.
The business just back as usual.
***
Jika sebelum Reformasi 1998, Suharto bersama kroninya ditempatkan sebagai musuh bersama yang harus digulingkan, kini para bandit yang mengambil alih perannya secara konstitusional, membangun kubu kekuatan masing-masing, memerankan sandiwara hingga seolah-olah saling bertikai, sambil menggalang upaya (bersama) melumpuhkan langkah-langkah suci sosok-sosok zaman yang lahir kemudian dan ingin bersungguh-sungguh memperbaiki keadaan, membangun kembali yang porak poranda, mempersatukan kekuatan, membangun martabat bangsa, dan mempersiapkan diri kita agar mampu bersaing pada dunia global yang makin menyatu dan tak berbatas.
Korban pertamanya adalah Gus Dur yang terpilih sebagai Presiden ke tiga Indonesia. Ia hanya berkuasa sekitar 2 tahun lalu kemudian digulingkan kembali oleh mereka yang bersamanya menggalang perjuangan menurunkan Suharto sebelumnya.
***
Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama adalah salah satu pasangan langka yang memulai era pemunculan sosok-sosok yang sesungguhnya -- dan semestinya -- dirindukan, dinantikan, dan diidam-idamkan bangsa Indonesia.
Harus diakui, pasangan ini telah membuktikan keistimewaan diri mereka dibanding sejumlah sosok lain yang belakang bermunculan di berbagai pelosok Tanah Air.
Jokowi yang memulai kiprahnya sebagai Walikota Solo akhirnya terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, berpasangan dengan Ahok. Ketulusan, kesungguhan, kesederhanaan, dan kejujurannya segera menyentuh simpati rakyat Indonesia yang mulai dihinggapi rasa jenuh dan kecewa terhadap situasi yang berkembang sejak kejatuhan Suharto hingga 2 periode kepemimpinan SBY. PDIP kemudian mencalonkannya sebagai Presiden RI ke tujuh, dan berhasil menyingkirkan rivalnya, Prabowo Subijanto.
Ahok, sebagaimana Jokowi, tak membuka ruang kompromi bagi penyeleweng kekuasaan, anggaran, dan kekayaan negara. Keduanya hanya berfikir untuk kebaikan bangsa tanpa sama sekali menghiraukan kepentingan pribadinya. Keduanya bersikap dan berprilaku total yang membuat ciut nyali banyak pihak -- baik di kalangan politisi, birokrasi, pengusaha, maupun masyarakat luas -- yang sudah terbiasa lagi mempraktekkan kegiatan lancung yang merugikan negara.
Hal itulah yang secara alamiah mendongkrak popularitas mereka dan mengundang simpati publik luas.