Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Soe Hok Gie hingga Rudi Hartono, lalu Ahok

16 April 2017   10:37 Diperbarui: 16 April 2017   20:00 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

+++

Mereka yang diliputi kecemburuan dan gelisah terhadap sepak-terjang Ahok memang terlatih, terbiasa, bahkan mungkin terlahir : picik dan licik. Segala daya upaya dikerahkan untuk mempengaruhi masyarakat yang sesungguhnya tak memahami kerunyaman persoalan yang sedang dan perlu diselesaikan. Agama dan keimanan --- hal yang sesungguhnya tak berkait sama sekali --- digiiring untuk menebar kebencian. Lalu beramai-ramai mereka mengumandangkan keyakinan bahwa memilih Ahok adalah sebuah kekeliruan beriman. Memilih dan mengangkatnya sebagai kepala daerah merupakan hal yang tak dikehendaki Tuhan!

Zat Abadi yang Maha Kuasa lagi Maha Berkehendak itu pun dicatut di sana-sini. Bagi sebagian masyarakat yang kurang --- atau belum --- beruntung menimba dan mengembangkan pemahaman maupun ilmu pengetahuannya, hal tersebut menyebabkan mereka mudah terhasut. Lalu kita terpecah, bahkan bertikai, satu dengan yang lain hingga mengabaikan pertemanan bahkan persaudaraan sekalipun.

Kabut tebal kemudian menyelimuti mata-hati sehingga hal-hal yang dipersembahkan Gubernur keturunan Tionghoa yang non Muslim tapi berhati mulia itu, tak lagi dihargai sebagai sesuatu yang bermakna bagi kemanusiaan dan kehidupannya yang fana.

+++

Seorang Basuki Tjahja Purnama alias Ahok tetaplah manusia. Ia mungkin saja berkhianat dan mencelakai yang lain. Seperti Gayus Tambunan. Oknum pajak yang terlibat skandal raksasa memperkaya diri meski sudah diberi kejahteraan jauh lebih tinggi dibanding aparat pemerintah sekelasnya yang lain. Atau seperti almarhum Ramlan Butarbutar yang terlibat perampokan sekaligus pembunuhan pada rumah mewah di kawasan Pulomas, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Tapi bagaimanapun, kita tak boleh melabelisasi orang Batak sebagai koruptor atau pembunuh yang sadis. Begitu pula terhadap saudara-saudara kita yang keturunan Tionghoa. Tak boleh kita generalisasi sebagai kelompok yang gemar menghalalkan segala cara demi keuntungan pribadinya.

Mengapa kita tak kunjung mampu untuk beranjak dewasa menerima perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan sebagai anugerah Allah SWT semata?

--- seperti harapan, sukacita, dan kebahagiaan kita pada Tan Joe Hok, Ferry Sonneville, Rudi Hartono, Liem Swie King, Ivanna Lie, Christian Hadinata, Susi Susanti, maupun Alan Budikusuma ketika bertarung mengharumkan nama bangsa diajang dunia.

+++

Kita tak perlu ragu mengakui betapa Raja Faisal dari Arab Saudi yang telah dihormati secara berlebihan ketika berkunjung kemarin itu, nyatanya hanya memandang bangsa ini sebagai ladang pengembangan usaha pemasaran kekayaan alamnya semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun