"Menepuk Air di Dulang, Memercik ke Muka Sendiri"
Saya tak tahu dimana belajarnya atau apa referensi yang digunakan pasangan calon gubernur Anis Baswedan dan Sandiaga Uno. Padahal mereka berlatar belakang pendidikan tinggi dan berpengalaman cukup.
Mengapa penyampaian visi-misi nya langsung dimulai dengan 'kritik yang terukur', ya? Lengkap pula dengan 'angka rapor' pemerintahan patahana.
Ampun deh!
Visi-misi harusnya tentang mimpi. Soal harapan muluk yang idealnya mewujud. Sebuah gambaran tentang ke arah 'surga' yang mana Jakarta akan menuju.
Perdebatan yang diharapkan cerdas dan mencerahkan seketika menjadi hambar. Sebab sejak awal sudah terbayang, bermacam materi yang disiapkan sekedar untuk menyerang dan berusaha 'mengkerdilkan' lawan. Bukan pameran konsep dan gagasan cemerlang yang menggairahkan harapan maupun semangat Jakarta dan masyarakatnya.
+++
Nafsu mencari-cari 'kesalahan' dan 'menyepelekan' hasil kerja pasangan patahana segera menjadi langgam utama pasangan calon lain --- baik Agus-Silvi maupun Anies-Sandi --- pada hampir seluruh sesi yang berlangsung setelahnya.
Tapi sesungguhnya --- kedua pasangan selain patahana itu ---justru menggali 'kubur' mereka sendiri. Sebab setiap kali mengira dapat menohok 'kelemahan' Ahok-Djarot, hal yang terjadi justru kesempatan luas pasangan patahana menjelaskan lebih jernih capaian dan keberhasilan yang telah diraih selama ini.
Entah sengaja atau tidak, ketika kesempatan tersedia, pasangan Agus-Silvi dan Anis-Sandi justru bergantian saling bertanya dengan nuansa yang begitu kental untuk menghakimi Ahok-Djarot. Mula-mula Sandi, menanyakan catatan Silvi ketika berada di bawah kepemimpinan Ahok. Lalu Silvi, bertanya kepada Anis soal participatory planning yang semestinya lebih melibatkan masyarakat. Sesuatu yang klise, sangat subyektif, dan sia-sia karena hingga saat ini konsepsi ideal demikian memang masih berada pada wacana teoritis semata.