Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Infrastruktur Strategis, Kutub Pertumbuhan, dan Desentralisasi Wewenang-Tanggung Jawab Daerah

2 Juli 2016   05:19 Diperbarui: 2 Juli 2016   07:55 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Semua itu tak terlepas dari tanggung jawab dan wewenang birokrasi yang dimiliki daerah. Sebagaimana dimaklumi, pembiayaan pembangunan dan operasional pemerintah daerah yang berlaku hingga hari ini masih menggunakan 'kebijakan subsidi' pusat. Pendapatan aslinya tak mungkin bisa menutupi seluruh kebutuhan. Oleh karena itu, direkayasalah 'subsidi pusat' tersebut dalam judul dana 'perimbangan' yang selain dari 'bagi hasil pajak dan bukan pajak' juga bersumber 'dari dana alokasi umum' dan 'dana 'alokasi khusus'.

Hal di atas terjadi karena struktur kewenangan dan tanggung jawab daerah yang diatur undang-undang memang demikian. Kewenangannya tak memungkinkan untuk 'berjuang memenuhi' kewajiban dan kebutuhan sedangkan tanggung-jawabnya tak menjangkau hal-hal pokok dan mendasar yang 'harus dipenuhi'. 

Bukankah infrastruktur strategis yang ingin dikembangkan sesungguhnya bertujuan untuk merangsang pusat pertumbuhan di daerah terkait? 

Lalu bagaimana tanggung jawab daerah tersebut terhadap pengembalian investasinya?

Kewenangan apa yang dimiliki daerah hingga dapat dan harus didaya-gunakannya untuk memenuhi tanggung jawab tersebut? 

Prinsip 'no free lunch' semestinya dipertimbangkan sebagai bagian pendekatan strategis dari rencana pembangunan infrstruktur yang akan dilakukan. Keterlibatan daerah seharusnya tidak sebatas 'melengkapi' ketentuan administratif birokrasi saja. Tapi juga terhadap kewajiban mempertanggung jawabkan investasi termasuk kemampuan mengembalikannya.

Kewajiban tersebut tentu akan membebani pemerintah daerah mengupayakan peningkatan sumber pemasukan untuk mengembalikan. Artinya, realisasi kutub pertumbuhan baru akan menjadi agenda utamanya, dan mereka tak lagi sekedar pelengkap penderita atau pemeran pembantu semata. Dan pertumbuhan ekonomi itu kelak tercermin dari jumlah pajak yang dihasilkan.

Tapi yang menjadi persoalan, pemerintah daerah tak memiliki hak dan wewenang langsung terhadap pajak yang dibangkitkan aktifitas ekonomi yang berlangsung di wilayahnya! Pajak merupakan wewenang penuh pemerintah pusat. 

Investasi USD 400 miliar yang dicanangkan untuk membiayai 200 proyek infrastruktur strategis di seantero Indonesia itu rencananya akan dibiayai melalui hutang luar negeri. Tentunya akan diikuti kewajiban cicilan pokok dan bunga untuk melunasinya. Sementara kita maklumi sumber pemasukan negara dari pajak berperan significant karena pendapatan bukan pajak yang kini semakin kecil setelah masa keemasan eksploitasi sumberdaya alam yang telah berlalu.

Tidakkah layak dipertimbangkan untuk men-desentralisasi-kan (sebagian) kewajiban pinjaman investasi itu kepada daerah-daerah yang mendapat manfaatnya? 

Desentralisasi sebagian hak dan wewenang perpajakan tersebut bukan hanya membangkitkan tanggung jawab dan rasa memiliki daerah, tapi juga membuka peluang kreatifitas mereka untuk berperan menstimulasi pertumbuhan. Masing-masing daerah dapat mengembangkan gagasan insentif yang memanfaatkan bagian dari pajak yang menjadi haknya agar memacu pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun