Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kuasa Ahok dan Kekuasaan

26 Juni 2016   20:17 Diperbarui: 27 Juni 2016   11:50 3658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok dan Golkar (dokumentasi Tempo 3 Juli 2016

Sementara itu, kelompok kedua yang berprinsip 'pragmatis' mulai 'membuka' dirinya. Bersiap mengesampingkan jalur independen sebagai keharusan. Bahkan mulai memperhitungkan peluang jalur partai politik untuk mengambil alih. Asalkan mampu memuluskan jalan sehingga Ahok terpilih lagi!

***

Majalah Tempo edisi 3 Juli 2016 memberitakan, Jumat (24-6-2016) kemarin penantian panjang Ahok telah berakhir setelah menerima surat rekomendasi resmi dari Partai Golongan Karya yang mencalonkannya sebagai Gubernur. Partai ketiga setelah Nasdem dan Hanura yang menyatakan dukungan bagi patahana yang sebelumnya berniat maju lewat jalur independen.

Ketiga dukungan resmi partai politik itu menepis kekhawatiran soal verifikasi KTP pendukung yang harus dihadapi Ahok jika tetap ngotot di jalur independen.

***

Bagaimanapun, fenomena Ahok ini sungguh sesuatu yang luar biasa. Segala sesuatu memang berpusat pada kharisma dan kekuatan dirinya sendiri. Ahok lah penguasa tunggal yang menentukan qiblat, gaya, dan cara berpolitik untuk maju dalam Pilkada DKI 2017.

Para ketua partai politik yang selama ini kerap pongah memamerkan kekuasaan, dan hampir tak terbantahkan perannya, dalam menentukan nasib kader yang direstui maju sebagai calon kepala daerah dalam hampir setiap Pilkada, tak berkutik! Justru kedigdayaan mereka kini diruntuhkan Ahok hingga (hampir) tak berlaku dalam menentukan nasibnya sebagai calon Gubernur DKI 2017-2022.

Ketika coba-coba dihadang bahkan diancam tak dicalonkan, Teman Ahok 'datang-tak-diundang-dan-pulang-tak-diantar' seperti jailangkung, bekerja suka-rela, dan menggalang sejuta dukungan masyarakat DKI Jakarta agar Ahok bisa maju lewat jalur independen. Langkah itu membuat partai-partai politik gigit jari, lalu mencari-cari jalan untuk menghalangi, bahkan menggagalkan! Diantaranya melalui aturan dan ketentuan yang terkait tugas pokok dan fungsi KPU (Komisi Pemilihan Umum) sehingga pencalonan melalui jalur independen bukan hal yang mudah, bahkan sulit!

Ahok pun sangat piawai bertata-krama. Dia rajin mengatakan bahwa tak mungkin meninggalkan Teman Ahok yang sudah bekerja keras mengumpulkan tanda tangan. Tapi juga melempar siinyal agar Teman Ahok berfikir ulang masak-masak 'untuk tidak menyia-nyiakan sejuta dukungan independen yang terkumpul' dan 'memanfaatkan uluran tangan partai-partai politik yang kini bersahabat dan tak rewel.'

Kita tahu tak ada ikatan formal yang disertai kosekuensi legal yang perlu dan harus ditanggungnya. Toh hubungan Ahok dan Teman Ahok hanya sebatas emosi, suka-rela, tanpa kewajiban memenuhi kehendak satu dengan yang lain.

Ahok 'menyudutkan' Teman Ahok untuk berinisiatif menepis 'kesucian independensi' yang semula menjadi jargon utama gerakannya. Tak hanya itu, Teman Ahok bahkan digiring melontar 'undangan terbuka' kepada partai-partai politik merapat, mendukung, dan mencalonkan Ahok, agar 'sejuta dukungan yang terkumpul untuk independen tak sia-sia!'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun