Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Like

2 Juni 2016   12:24 Diperbarui: 2 Juni 2016   12:31 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fobia komunisme itu justru pernah merenggut teman saya bermain waktu masih kecil. Ia menghilang dari pergaulan sehari-hari setelah orangtuanya dituduh terlibat atau simpatisan partai komunis Indonesia dulu. 

***

Setelah Soeharto turun maka dimulailah keterbukaan informasi itu. Juga kebebasan berserikat dan berkumpul. Ditambah pula dengan kehadiran 'malaikat' teknologi digital yang semakin memudahkan. Saya, seperti juga siapapun yang ingin dan mau, merdeka dan leluasa mencari tahu apa sebenarnya yang dimaksud dengan komunisme. Sebagaimana juga soal kapitalisme, sosialisme, imperialisme, anarkisme, dan seterusnya. 

Senin, 23 Mei 2016 lalu, saya melakukan rutinitas yang asyik itu. Membaca Catatan Pinggir GM pada edisi majalah Tempo yang baru terbit. Judulnya ‘Komunisme’. Seminggu kemudian GM sendiri menampilkan tulisannya itu di halaman akun facebook. Jadi, bisa dibaca siapapun yang kebetulan tak berlangganan majalahnya.

Bagi saya, Catatan Pinggir itu telah menjelaskan dengan gamblang soal ‘fobia komunisme’ dan ungkapan ‘otak karatan’ yang terlontar. Mungkin saja tulisan itu dimaksudkan sebagai bagian dari perdebatan. Saya tak tahu. Tapi kepada rekan yang bertanyadi group social media tadi, saya teruskan saja tautan Catatan Pinggir itu kepadanya.

Bacalah cuplikan ini,

Komunis lahir untuk membentuk masyarakat yang "sama-rata sama rasa". Tapi di tengah jalan, agar efektif, ia harus membentuk Partai yang hierarkis dan keras-- dan pada gilirannya, represif.

Lalu yang berikut ini,

… menunjukkan apa yang akhirnya membuat gerakan komunis gagal: ketak-mampuannya dengan segera memperbaiki cacatnya sendiri. Ia pun ditinggalkan sejarah dan jadi kenangan, dipuja atau dibenci.

Maka pemahaman dan kesimpulan saya pribadi menjadi semakin membulat. 

Komunisme - seperti juga berbagai cara pandang bermasyarakat lainnya (kapitalisme, sosialisme, liberalisme, dan seterusnya) - digagas untuk kepentingan dan kebaikan kehidupan yang lebih luas. Tapi dalam perjalanannya sering kali di-salah arti-kan, di-putar balik-kan, bahkan di-khianat-i oleh anak-anaknya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun