Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Darurat Transportasi, Darurat Indonesia

23 Maret 2016   02:28 Diperbarui: 21 April 2016   02:06 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang yang digunakan kendaraan untuk melintas di jalan-jalan raya itu sesungguhnya bersifat eksklusif. Pejalan kaki tak bisa berbaur sempurna di sana. Sebab, sangat berbahaya dan tak mungkin nyaman. Sementara itu, mereka yang menggunakan kendaraan tersebut tetap menggunakan ruang bersama dengan mereka yang hanya mampu berjalan kaki. Dengan kata lain, ruang untuk berjalan kaki akan digunakan oleh (hampir) seluruh masyarakat sedangkan ruang untuk lintasan kendaraan hanya digunakan oleh sebagian diantaranya saja.

Oleh sebab itu, negara harus dan perlu bijaksana mengambil peran dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan angkutan publik. Agar ruang lintasan kendaraan itu tak hanya dikuasai oleh pengguna kendaraan pribadi.

Sebagai suatu bentuk pelayanan umum, angkutan publik memberi kesempatan kepada seluas-luasnya masyarakat untuk menumpang dan menggunakannya secara bersama-sama. Walaupun kemewahan yang disajikan - khususnya soal mudah dan nyaman - tentu saja tak mungkin mencapai kesempurnaan yang dapat diberi oleh kendaraan pribadi.

Ruang jalan raya yang diperuntukkan untuk kendaraan, pada mulanya, dapat digunakan bersama oleh kendaraan pribadi maupun umum. Tapi karena keterbatasan ruang yang tersedia maka negara harus memperhatikan skala prioritas diantara keduanya. Dibanding kendaraan pribadi, kendaraan angkutan umum publik mesti didahulukan. Sebab, jumlah yang terdampak dan menerima manfaat pasti lebih banyak dibanding pemilik dan pengguna kendaraan pribadi. Artinya, pada ruang yang tersedia di jalan raya, pertama-tama harus diprioritaskan untuk pejalan kaki terlebih dahulu. Lalu kemudian untuk kendaraan angkutan umum publik. Baru yang terakhir untuk kendaraan pribadi.

 

PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 139 UU nomor 22 tahun 2009 menegaskan soal tanggung jawab melaksanakan penyelenggaraan angkutan umum.

Fakta hingga hari ini, untuk menyelanggarakan angkutan umum yang dapat melayani publik luas, pemerintah bukan hanya membutuhkan modal dan biaya yang besar, tapi juga kemampuan dan kecakapan untuk pelaksanaan operasionalnya. Jika pemerintah tak sanggup menyelenggarakannya secara utuh maka ia boleh meminta bantuan, mengajak serta, dan bekerja sama dengan masyarakat yang berminat dan berkemampuan.

Meski demikian, kebolehan itu tak menghapus ataupun menggugurkan tanggung-jawab yang diamanahkan. Masyarakat (pengusaha) yang ambil bagian pada layanan angkutan umum (publik) seyogyanya dipandang sebagai juru-selamat. Bukankah mereka telah bersedia hadir menutup ketidak mampuan pemerintah menyelenggarakan kewajibannya?

Jadi, sesungguhnya tak perlu ada anggapan soal peluang komersial pada penyediaan layanan publik. Sebab layanan publik adalah ranah dan kewajiban pemerintah menjalankan fungsi sosial terhadap masyarakat luas. Sepenuhnya merupakan tanggung jawab yang mutlak di bawah kendalinya. Bahwa jika kemudian hadir pihak-pihak yang bersedia menolong, membantu, atau bekerja sama dengannya maka hal itu semata-mata demi dan untuk menyempurnakan pelayanan publik yang harus diberikan. Artinya, pemerintah harus mencanangkan cita-cita dan program kerja yang terukur agar suatu saat seluruh pelayanan itu mampu disediakan dan dikelolanya sendiri. Dengan kata lain, pihak-pihak yang bersedia menolong, membantu, dan bekerja sama dalam pelayanan angkutan umum publik mestinya hanya bersifat sementara waktu. Bukan selamanya.

Dengan demikian, wajar dan semestinya lah jika masyarakat (pengusaha) yang ditawarkan terlibat mengharap manfaat dan keuntungan pribadi atas jasa peran sertanya. Sebab, negara kita adalah negara demokrasi. Bukan sosialis atau komunis yang dapat mencabut hak-hak sipil atas nama kepentingan publik. Untuk itu, negara dapat memberikan wewenang dan kekuasaan kepada pemerintah untuk melakukan tawar-menawar soal ongkos yang harus dikorbankan kepada pihak yang bersedia menolong, membantu, dan bekerjasama dengannya. Semata-mata didasari pertimbangan bahwa ongkos tersebut lebih efektif dan efisien dibanding diselenggarakannya sendiri.

 

PEMBIAYAAN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun