Pak Dandi kemudian membawa saya lebih jauh kedalam kampung adat todo. Sambil berjalan, Pak Dandi yang juga berperan sebagai seorang Tour Guide ini menjelaskan  kepada saya mengenai sejarah dan filosofi Kampung Adat Todo. Sebelum memasuki rumah adat, saya dihadapkan dengan sebuah meriam kecil. Meriam yang diletakkan di depan akses jalan menuju halaman Kampung Adat Todo ini,  menyerupai tabung dengan pegangan di samping kiri dan kananya, pada bagian ujung dengan ukuran yang lebih kecil.Â
Terdapat empat motif  hiasan melingkar dari bagian pangkal hingga ujung meriam, serta terdapat ornamen mahkota belanda dan tulisan "S.J.S". Pada beberapa permukaan meriam yang dalam kondisi korosi (karatan). Meriam ini dulunya dipakai oleh suku adat Todo dalam peperangan melawan musuh. Tak jauh dari meriam, terdapat beberapa makam kuno. Makam tersebut merupakan makam seorang raja pertama kerajaan Manggarai dan tokoh adat di kampung Todo terdahulu.
Disamping makam kuno, terdapat juga beberapa Menhir yang difungsikan sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur. Menhir Merupakan batu dengan bentuk persegi empat yang memanjang berdiri tegak dan dibuat polos tanpa adanya motif hias. Kemudian, saya diajak oleh Pak Dandi untuk memasuki rumah adatnya.Â
Rumah adat ini diberi nama Niang Mbowang. Niang Mbowang merupakan rumah adat di Kampung Todo dengan bentuk rumah panggung yang berdenah lingkaran, serta atap berbentuk kerucut yang menjuntai hampir menyentuh tanah. Pada bagian pondasi terlihat menggunakan batang kayu yang ditanam ke dalam tanah, serta bagian dinding dan lantai bangunan dibuat dengan menggunakan papan kayu yang didukung oleh balok-balok kayu.Â
Sementara, rangka atap bangunan rumah adat ini terbuat dari bambu yang diikat menggunakan rotan dan ijuk, serta menggunakan ijuk dan alang-alang sebagai penutup bagian atas rumah adat ini. Pada bagian atas atap terdapat ornamen yang disebut Periuk. Terdapat berbagai motif hias pada area sekitar pintu bangunan rumah adat ini serta bagian atasnya, salah satu motif hias yang digunakan yakni motif hias hiasan kepala, hiasan kepala tersebut biasa digunakan oleh masyarakat setempat saat berlangsungnya suatu upacara.
Rumah adat yang terdapat di kampung Todo terdiri dari lima buah. Setiap rumah adat diisi oleh keturunan dari orang-orang terdahulu yang pertama kali datang dan membuat Niang Mbowang. Sebelum memasuki rumah adat, Pak Dandi menyuruh saya untuk berhenti terlebih dahulu. Sambil menundukan kepala, beliau berbicara sendiri seolah-olah sedang mengobrol dengan seseorang  menggunakan bahasa asli Manggarai. Ternyata, beliau sedang meminta ijin kepada para leluhur untuk memasuki rumah adat mereka. Hal ini bertujuan untuk menghormati pemilik rumah adat terdahulu yang telah tiada.
Di dalam rumah adat, terdapat banyak sekali barang-barang peninggalan jaman dahulu yang amat langka seperti gamelan, kursi, cermin, meja, alat pemukul caci yang dipakai dalam perayaan tarian caci dan yang paling menarik perhatian saya adalah sebuah gendang yang terbuat dari kulit manusia. Konon diceritakan kulit gendang tersebut merupakan kulit seorang perempuan cantik nan sakti. Perempuan tersebut diperebutkan oleh tiga kerajaan Manggarai yaitu kerajaan Todo, Bima dan Goa.Â
Perempuan ini merupakan keturunan India dan Bima, yang kabur dari Bima karena bentrok antara adat India yang ingin membunuh anak permpuan (saat itu) dengan adat Bima yang tidak memperbolehkan anak perempuan dibunuh. Sayangnya, ketiga kerajaan ini besaing dengan cara yang tidak sehat untuk memperebutkan tanah sekaligus putri cantik nan sakti tersebut.Â
Akhirnya para raja mengutus perwakilannya untuk saling bertemu dan merumuskan peraturan untuk persaingan yang sehat di Manggarai. Setelah mereka saling curiga dalam bersaing, mereka sempat konflik. Lalu diadakan komitmen untuk hentikan problem ini dengan satu fokus solusi, yaitu siapa yang bisa tangkap dan nikahi ini perempuan cantik nan sakti tersebut, dialah yang berhak jadi Raja Manggarai.