Hingga kemudian cerita berubah, saya harus mengakui tak terbiasa melihat aksi Rifnu yang membawakan sisi lain Suyatno.
Perubahan emosi dan karakter itu pula yang membuat saya merasa, Teuku Rifnu mungkin masih bisa mendalami emosi rapuh dan keputusasaan Suyatno secara lebih dalam dan membawanya lebih keluar di depan kamera.
Meski begitu, kemampuan Rifnu untungnya bisa diikuti oleh Taskya Namya. Setidaknya, Taskya tidak terlihat jomplang saat harus beradu akting berdua saja dalam satu frame dengan aktor tersebut.
Namun kembali lagi, sinematografi yang apik, penampilan pemain yang luar biasa, hingga kostum dan rias yang on point akan tetap terasa hampa bila naskah belum matang sempurna.
Yang jelas, saya kini jadi penasaran. Seandainya Di Ambang Kematian bisa 'dimasak' dengan lebih lama, lebih well-prepared tanpa mengurangi bagian-bagian yang sudah on-point, mungkin film ini bisa masuk daftar film Indonesia 2023 terbaik saya di akhir tahun nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H