Mohon tunggu...
Falisa Jihan Shafira
Falisa Jihan Shafira Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM 1512400157

hai hai!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Identitas Digital Di era Media Sosial Menurut Descartes

12 Januari 2025   23:17 Diperbarui: 12 Januari 2025   23:17 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era media sosial, identitas kita tidak hanya terdefinisi oleh dunia fisik, tetapi juga oleh jejak digital yang kita tinggalkan. Pertanyaan "siapa aku?" menjadi semakin kompleks. Descartes mungkin akan bertanya, "Apa yang membuat identitas digital kita 'nyata' dan bagaimana itu berhubungan dengan 'aku' yang berpikir?"

"Dalam era digital, identitas kita telah mengalami transformasi radikal. Dulu, identitas seseorang terdefinisi oleh lingkaran sosial terdekat, peran dalam masyarakat, dan karakteristik fisik. Namun, dengan maraknya media sosial, identitas kita kini meluas ke ranah digital. Setiap unggahan, komentar, dan interaksi online menyumbang pada pembentukan sebuah 'jejak digital' yang menjadi representasi diri kita di dunia maya. Konsekuensinya, pertanyaan fundamental "siapa aku?" menjadi jauh lebih kompleks. Jika Descartes hidup di zaman sekarang, ia mungkin akan tergelitik untuk mempertanyakan apakah identitas digital kita ini merepresentasikan 'aku' yang sebenarnya, atau hanya sebuah konstruksi sosial yang terus berubah. Lebih jauh lagi, ia mungkin akan memperdebatkan tentang sejauh mana identitas digital kita ini terikat dengan kesadaran dan pikiran kita yang konstan berubah."

Di zaman sekarang, kita tidak hanya memiliki satu identitas, tetapi juga identitas digital. Identitas digital ini terbentuk dari jejak digital yang kita tinggalkan di berbagai platform media sosial. Setiap unggahan, komentar, atau like yang kita berikan membentuk sebuah narasi digital tentang diri kita. Narasi ini bisa berbeda dengan identitas kita di dunia nyata, atau bisa juga menjadi refleksi dari diri kita yang sebenarnya.

Descartes dan Pertanyaan "Siapa Aku?"

Filsuf René Descartes, dengan kalimat ikoniknya "Cogito, ergo sum" (Aku berpikir, maka aku ada), mengajak kita untuk meragukan segala sesuatu kecuali keberadaan pikiran kita sendiri. Jika Descartes hidup di era digital, ia mungkin akan mengajukan pertanyaan mendasar: Apa yang membuat identitas digital kita "nyata"? Apakah identitas digital ini merepresentasikan "aku" yang berpikir?

  • Kompleksitas Identitas di Era Digital
  • Fluiditas Identitas
  • Tidak seperti identitas di dunia nyata yang cenderung lebih stabil, identitas digital bersifat lebih fluid. Kita bisa dengan mudah mengubah penampilan avatar kita, mengubah minat yang kita ekspresikan, atau bahkan menciptakan persona yang sama sekali berbeda.
  • Validasi Sosial
  •  Di media sosial, kita seringkali mencari validasi dari orang lain melalui likes, komentar, dan jumlah pengikut. Hal ini dapat memengaruhi cara kita melihat diri sendiri dan nilai yang kita anggap penting.

Identitas kita di era digital adalah sebuah konstruksi yang kompleks dan terus berubah. Penting bagi kita untuk memahami bagaimana media sosial memengaruhi konsep diri kita dan mengambil langkah-langkah untuk membangun identitas digital yang sehat dan positif. Dengan kesadaran diri yang kuat, kita dapat memanfaatkan potensi media sosial secara maksimal sambil tetap menjaga keseimbangan dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun