Mohon tunggu...
Jihan Salsabila
Jihan Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Universitas Mulawarman

The greatest glory in living lies not in never falling, but in rising every time we fall

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Topeng Hukum : Dibalik Kemewahan Pengacara Tersembunyi Masalah Etika

18 Oktober 2024   15:50 Diperbarui: 28 Oktober 2024   20:45 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Profesi advokat adalah profesi yang mulia. Seorang advokat harus selalu berusaha untuk menjaga martabat profesinya dan memberikan contoh yang baik bagi masyarakat.

Seorang advokat dituntut untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan mulia. Sayangnya, gaya hidup mewah yang berlebihan justru dapat mengaburkan batas antara kepentingan pribadi dan kepentingan klien. Beberapa pengacara mungkin terlalu fokus pada aspek finansial dari profesi mereka, sehingga mengabaikan nilai-nilai etika yang seharusnya dijunjung tinggi.

Tindakan flexing dapat merusak citra profesi advokat di mata masyarakat. Publik akan semakin sulit mempercayai seorang pengacara yang lebih mementingkan penampilan daripada kualitas pelayanan hukum yang diberikannya.

Fenomena flexing di kalangan pengacara memiliki beberapa dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu :

  • Mencemarkan citra profesi: Tindakan flexing dapat merusak citra profesi advokat di mata masyarakat. Publik akan semakin sulit mempercayai seorang pengacara yang lebih mementingkan penampilan daripada kualitas pelayanan hukum.
  • Menimbulkan kecemburuan sosial: Gaya hidup mewah yang dipamerkan oleh sebagian pengacara dapat memicu kecemburuan sosial dan memperlebar kesenjangan antara mereka dengan masyarakat umum.
  • Mengalihkan perhatian dari isu-isu hukum yang lebih penting: Fokus pada pencitraan diri dapat mengalihkan perhatian pengacara dari tugas utamanya, yaitu memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak yaitu peningkatan pengawasan oleh organisasi advokat. Hal ini pun diatur dalam UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 pada Pasal 12 yang mengatur mengenai pengawasan yang berbunyi :

"(1) Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan."

Pengawasan dilakukan untuk menjaga advokat dalam menjalankan profesinya agar menjunjung tinggi kode etik profesi dan peraturan perundang - undangan yang mengatur profesi advokat. Oleh karena itu, organisasi advokat perlu meningkatkan pengawasan terhadap anggotanya, terutama terkait dengan gaya hidup dan perilaku yang tidak sesuai dengan kode etik.

Fenomena flexing di kalangan pengacara merupakan masalah serius yang perlu segera diatasi. Gaya hidup mewah yang berlebihan tidak hanya merusak citra profesi pengacara sebagai "Guardian of The Law" atau penjaga hukum, tetapi juga dapat menghambat tercapainya keadilan. Pengacara yang baik adalah mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral, serta selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi kliennya. Penting bagi setiap pengacara untuk selalu mengingat bahwa pengacara merupakan profesi mulia yang menuntut dedikasi dan integritas yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun