Tidak hanya itu, di dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga terdapat penambahan norma baru, salah satunya yaitu diatur mengenai konsep right to be forgotten. Konsep tersebut menitikberatkan terhadap penghapusan informasi tentang diri seseorang di dalam media internet
Di Indonesia, penerapan konsep right to be forgotten dilakukan dengan penghapusan konten yang wajib dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik atas permintaan orang yang bersangkutan dengan didasarkan atas penetapan pengadilan.Â
Hal ini merupakan salah satu langkah represif yang dapat dilakukan oleh seorang mantan narapidana untuk meminta penghapusan informasi terkait masa lalu nya yang merugikan diri sendiri dan orang banyak jika ingin mencalonkan diri sebagai caleg untuk membangun kembali integritas dan kredibilitasnya.
Dalam ranah politik di suatu negara, calon legislatif memiliki peran yang sangat penting sebagai lembaga representasi suara rakyat. Namun adanya kontroversi yang dilakukan seorang caleg berupa latar belakang personal, seperti catatan kriminal, skandal, atau dugaan pelanggaran hukum yang menjadikan caleg tersebut sebagai mantan narapidana tentunya selain akan memunculkan pertanyaan publik tentang integritas dan kepatutan moral seorang caleg juga kan berpengaruh pada objektivitas rakyat dalam memilih calon wakil rakyatnya
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara untuk bijak dalam memilih pemimpin yang dapat membawa negeri ini kepada kesejahteraan dengan objektif dan kritis untuk menilai latar belakang seorang calon pemimpin. Sebab, pemimpin yang hebat lahir dari pemilih yang bijak sehingga dapat menghantarkan kita pada tatanan negara berprinsipkan good governance.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H