Belajar memahami mengapa harus mengapa orang-orang terdekatnya justru menyarankannya untuk menulis dengan bahasa sendiri. Apakah Eropa masih kurang megah untuk dikagumi? Nyatanya di akhir cerita, Minke menemukan kebusukan orang-orang Eropa sampai akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan orang-orang terdekatnya benar.
Â
Memandang Bangsa Secara Menyeluruh
Tanpa Minke sadari, ternyata dia terlalu subjektif dalam menilai sekelilingnya. Dalam seri ini subjektifitasnya tergugah. Seperti anak muda yang bergelora semangatnya, Minke hampir selalu merasa benar dengan embel-embel lulusan HBS.Â
Penolakan-penolakan dia terima awalnya dengan kemarahan. Mengapa begini mengapa begitu. Sampai akhirnya dia sadar pikirannya terlalu sempit untuk mencerna sesuatu. Proses seorang Minke untuk menjadi lebih dewasa kentara dalam seri Anak Semua Bangsa.Â
Dalam buku ini, Minke juga dihadapkan ideologi-ideologi baru yang saya sarankan harus dipelajari kawula muda secara menyeluruh. Bukan asal mengatakan benar dan membenci ideologi lain karena tidak sepemikiran.Â
Salah satu pandangan baru itu, tertuang dalam surat yang diterimanya ataupun dari cerita orang-orang baru yang ditemuinya seperti Khouw Ah Soe. Mereka mengenalkan Minke pada Filipina dan pergolakan masyarakat Tionghoa yang menyusul diakuinya kesetaraan antara Jepang dan Eropa di Hindia. Â
Sepenggal dialog menjelaskan potongan masa-masa awal Jepang mengalahkan Tiongkok lalu menjadi satu-satunya ras kulit berwarna yang dianggap sejajar dengan Eropa.
 Minke juga terkagum-kagum dengan Revolusi Perancis yang pada waktu itu memang menjadi pendorong berkembangnya paham-paham liberalis, demokrasi dan nasionalisme.Â
Berbagai ideologi yang disajikan, Minke juga dibenturkan dengan realita Trunodongso. Seorang petani, yang sudah saya singgung di atas. Di bagian ini, Minke mempertanyakan ada di mana dia sekarang?
Â