Berdasarkan kajian fakta-fakta pinjol yang ada, jelas bahwa pinjol itu haram hukumnya menurut syariat Islam, baik pinjol legal maupun ilegal, berdasarkan 2 (dua) alasan sebagai berikut:
Pertama, terdapat riba, yaitu tambahan yang dipersyaratkan dalam akad pinjaman (qardh) dalam 3 (tiga) bentuknya, yaitu bunga, denda, dan biaya administrasi. Ketiga bentuk tambahan yang disyaratkan (ziydah masyrthah) ini tidak diragukan termasuk riba yang telah diharamkan dengan tegas dalam syariat Islam. Firman Allah Swt.,
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."(QS al-Baqarah : 275)
Kedua, terdapat bahaya (dharar) yang dialami oleh peminjam, yaitu setidaknya ada tiga macam bahaya; (1) penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan teror; (2) penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan (3) bunga yang tinggi (khususnya pinjol ilegal). Padahal syariat Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya (dharar) dalam segala bentuknya, sesuai sabda Rasulullah saw.,
"Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirr)." (l dharara wa l dhirra). (HR Ahmad)
Selain menindak tegas pelaku ribawi, negara juga berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan hidup warganya. Negara akan sangat perhatian kepada rakyat miskin yang membutuhkan pertolongan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Negara akan menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang bisa diakses seluruh warga.
Begitu pula kebutuhan primer individu rakyatnya, negara akan mempermudah rakyatnya untuk memiliki rumah. Dengan kekuatan baitulmal, bukan mustahil negara malah bisa memberikan rumah gratis kepada rakyatnya yang tidak sanggup memilikinya.
Santunan kepada fakir miskin juga akan terus dilakukan hingga mereka bisa keluar dari kemiskinannya. Pada masa Khalifah Harun Arrasyid, misalnya, tatkala ia melihat harta yang menumpuk di baitulmal, ia langsung memerintahkan para petugasnya untuk mendistribusikan harta itu kepada rakyat miskin. Setelah dibagikan, ternyata harta baitulmal makin banyak sebab rakyat yang asalnya miskin kini bisa membayar zakat.
Beliau pun akhirnya meminta petugas untuk mencari siapa yang memiliki utang untuk dilunasi oleh negara, juga siapa saja yang membutuhkan harta untuk keperluan lain, seperti menikah dan berbisnis. Semua dipersilakan untuk mengambil harta sesuai kebutuhannya. Dengan demikian, Khalifah Harun ar-Rasyid menorehkan sejarahnya sebagai pemimpin yang mampu membawa rakyatnya menuju kesejahteraan.
Jerat pinjol yang kian meresahkan ini sejatinya lahir dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Sistem sekulernya menyebabkan orang-orang hidup serba bebas dan tidak mau terikat syariat-Nya. Sistem ekonominya bertumpu pada utang sebagai penggerak pertumbuhannya.
Jadi, sudah selayaknya bagi kita untuk membuang sistem ini dan menggantinya dengan sistem Islam. Insyaallah, bukan hanya persoalan pinjol yang selesai, kesejahteraan pun akan benar-benar dirasakan oleh seluruh umat.