Mohon tunggu...
Jihan Fadhilah
Jihan Fadhilah Mohon Tunggu... Lainnya - PHKT

bismillahirrahmanirrahim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pinjol Semakin Subur, Racun di Tengah Impitan Sistem Kehidupan Sekuler Kapitalisme

15 Agustus 2023   14:29 Diperbarui: 16 Agustus 2023   07:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar diambil dari Pasundan Express

Akumulasi jumlah rekening pemberi pinjaman (lender) hingga Mei 2023 mencapai 12.856 entitas. Khusus di Kaltara 935 entitas. Sedangkan akumulasi penerima pinjaman (borrower) di Kaltim mencapai 1.193.043 entitas dan Kaltara 101.488 entitas. 

Sejalan dengan jumlah rekening yang terus meningkat, secara nominal juga terus meningkat.Secara nominal dana yang diberikan lender (pemberi pinjaman) asal Kaltim mencapai 897 miliar dan Kaltara 18,47 miliar. Sedangkan dana yg diterima borrower (peminjam) Kaltim mencapai 7,52 Triliun dan Kaltara 661 miliar.

Pinjol memang banyak diminati masyarakat karena proses yang mudah. Cukup dengan menggerakkan jari di aplikasi, pinjaman cair secara cepat tanpa banyak syarat. Banyak masyarakat tertarik dengan pinjol karena 2 (dua) faktor, pertama, pinjol ini tanpa agunan. Kedua, prosesnya cepat karena syarat-syaratnya ringan. 

Dalam proses registrasi secara online, syarat yang diminta dari peminjam hanya KTP, slip gaji, dan terkadang NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Bunga yang ditetapkan oleh pinjol legal/resmi (berlisensi OJK), maksimal 0,8% per hari, berdasarkan kesepakatan para investor pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPBI). Suku bunga ini berbeda dengan pinjol ilegal yang tidak berlisensi OJK, yang besarnya hingga 4% per hari.

Banyaknya masyarakat yang terjerat pinjol bukan sekadar karena minim literasi keuangan. Mereka bisa jadi sudah tahu konsekuensi melakukan pinjaman secara online, apalagi yang ilegal. Berita-berita di media massa sudah banyak yang memberitakan tentang nasib orang-orang yang menjadi korban pinjol. Mulai dari bunga yang sangat tinggi, penyebaran data pribadi, hingga teror oleh penagih utang dan berujung bunuh diri.

Namun, realitasnya, ketika sudah terdesak kebutuhan, sering kali orang gelap mata. Mereka tidak peduli risiko yang akan dihadapinya, yang penting bisa mudah dan cepat mendapatkan dana.

Di bawah kondisi sistem ekonomi kapitalisme hari ini yang melahirkan kemiskinan struktural, menjadikan banyak orang terdesak kebutuhan. Di sisi lain, produksi dan promosi masif tanpa batas dalam kapitalisme telah menghasut masyarakat untuk bergaya hidup konsumtif sehingga tidak bisa membedakan antara kebutuhan yang harus dipenuhi dan keinginan yang bisa ditunda atau diabaikan. Jadilah, pangsa pasar pinjol sangat besar.

Lantas, orang-orang yang rakus memanfaatkan pangsa pasar ini untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Mereka menyediakan pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi hingga jumlah yang harus dibayar peminjam bisa berlipat ganda hanya dalam hitungan hari. Sistem ekonomi kapitalisme memang memungkinkan bisnis yang demikian. Jika sudah meresahkan masyarakat, baru ditindak. Itulah sebabnya pinjol dianggap legal di negeri ini, hanya yang bunganya melebihi ketentuan yang disebut ilegal.

Dengan demikian, penyebab maraknya pinjol bukan semata minimnya literasi keuangan, melainkan penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini telah menciptakan kondisi pada aspek permintaan (kemiskinan dan gaya hidup konsumtif) maupun penawaran (legalnya bisnis riba) sehingga terbentuklah kondisi maraknya pinjol. 

Akibatnya, masyarakat mengalami masalah ganda, yaitu tekanan finansial dan dimanfaatkan oleh pinjol. Ketika tagihan datang bertubi-tubi laksana teror, banyak yang tidak kuat mental sehingga memilih bunuh diri sebagai penyelesaian.

Walhasil, solusi terhadap maraknya pinjol ini bukan semata memberi edukasi finansial pada masyarakat, tetapi solusi sistemis, yaitu mengganti sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi Islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun