Mohon tunggu...
Jihan DwiAriyani
Jihan DwiAriyani Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa S1 PWK Universitas Jember
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

191910501009

Selanjutnya

Tutup

Money

Suap "DAK" Pegunungan Arfak Senilai "Milyaran"

9 April 2020   17:27 Diperbarui: 9 April 2020   17:23 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Berakhirnya kekuasaan orde baru pada tahun 1998 menyebabkan banyak perubahan sistem pemerintahan yang terjadi di pemerintahan Indonesia. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Akibatnya dari adanya otonomi daerah dituntutnya pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Akibat dari kebijakan otonomi daerah tersebut, daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan kepentingan pemerintah daerahnya masing-masing.

Dalam pelaksanaanya, kebijakan otonomi daerah didukung pula olh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sebagaimana diatur dalam UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat-Daerah. Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004, perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan.  Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan diarahkan untuk mempercepat kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah sendiri.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah yang disusun secara tahunan dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dalm rangka pelaksanaan desentralisasi didanai oleh APBD. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi didanai oleh APBN. Sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka tugas pembantuan didanai oleh APBN.

Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Ketiga jenis dana tersebut bersama dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber dana daerah yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah. Dana Perimbangan juga merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap sturktur APBD. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana perimbangan disebut juga transfer dilakukan oleh pemerintah pusat guna mendukung pendanaan program otonomi.

Apa manfaat dana perimbangan itu sendiri?

Dana perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar pemerintah daerah. Dana Alokasi Khusus sebagai salah satu bentuk Dana Perimbangan merupakan dana yang dimaksudkan untk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas pemerintahan di bidang tertentu, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang. Dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal.

Dalam rangka melakukan pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat meminta Dana Alokasi Khusus (DAK) yang akan digunakan untuk pembiayaan proyek pembangunan jalan baru. Menurut Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, DAK adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan daerah. DAK dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. DAK berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat.

DAK yang seharusnya digunakan untuk membangun daerah disalahgunakan oleh pemerintah daerah setempat. Kasus mengenai hal tersebut terjadi di daerah Kabupaten Pegunungan Arfak. Bermula ketika Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pegunungan Arfak meminta dana alokasi khusus untuk APBN Perubahan Tahun 2017 dan APBN 2018 ke Kementerian Keuangan dengan mengajukan proporsal pengajuan dengan total dana sebanyak Rp105 miliar dan DAK APBN-P TA 2017 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak diajukan sebesar Rp 50 miliar.

Saat proses pengajuan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Natan Pasomba, bersama dengan pihaknya bertemu dengan pegawai Kemenkeu untuk meminta bantuan meloloskan pengajuan anggaran itu. Pihak pegawai Kemenkeu kemudian meminta bantuan kepada Sukiman, salah satu anggota DPR, untukk mengatur alokasi dana perimbangan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat dengan syarat mendapatkan uang khusus sekitar Rp 4,41 miliar. Jumlah ini merupakan biaya komitmen sebesar 9 persen dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.

Dalam kasus ini, Natan diduga memberikan suap kepada anggota DPR dari Fraksi PAN, Sukiman, sekitar bulan Juli tahun 2017 sampai bulan April tahun 2018 sebesar Rp2,6 miliar dan USD 22 ribu. Selain Sukiman, Natan juta memberikan suap kepada Kepala Seksi Perencanaan DAK fisik Dirjen Kemenkeu, Rifa Surya, sebesar Rp1 miliar dan Tenaga Ahli anggota DPR F-PAN, Suherlan, sebesar Rp400 juta. Suap diberikan agar Kabupaten Pegunungan Arfak mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari APBN Perubahan Tahun Anggaran 2017 dan APBN 2018. Akhirnya Kabupaten Pegunungan Arafak mendapatkan alokasi DAK pada APBNP 2017 yang disetujui sebesar Rp49,915 miliar dan mendapatkan alokasi DAK pada APBN 2018 sebesar Rp79,9 miliar.

Akibat, kasus tersebut beberapa pihak yang terlibat diberi hukuman dan pembayaran ganti rugi sesuai dengan hukuman yang diterima. DAK yang dialokasikan untuk kepenitngan pembangunan daerha malah dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Seharusnya tindakan korupsi ini bisa menjadi pelajaran karena, uang negara yang sebagian besar berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat digunakan untuk mensejahterakan masyarakatnya demi kepentingan umum bukan kepentingan pribadi. Dan kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengatur daerahnya melalui dana perimbangan harusnya bisa dimanfaatkan dengan sebaik -- baiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun