Kampus Mengajar Perintis (KMP) merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) berupa asistensi mengajar untuk memberdayakan mahasiswa dalam membantu proses pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) berbagai desa/kota di Indonesia. Program ini dianggap sesuai untuk menjadi jalan keluar dari permasalah di bangku sekolah dasar berkenaan dengan kendala kegiatan belajar mengajarnya. Bukan hanya itu, program ini juga menjadi ladang pengalaman bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri mereka.
SD Kartika XIX-2 yang terletak di Kota Cimahi menjadi salah satu sekolah dasar yang ditargetkan menjadi tempat berlangsungnya program ini dimana kemudian diterjunkanlah kelompok mahasiswa gabungan dari Universitas Pendidikan Indonesia dan IKIP Siliwangi.
Dalam pelaksanaannya, mahasiswa bekerja sama dengan pihak sekolah menerapkan metode pembelajaran campuran yaitu penggabungan kegiatan belajar mengajar secara daring dan luring. Metode ini dipilih berkenaan dengan kendala yang dialami siswa siswi SD Kartika XIX-2 dimana mayoritas peserta didik tidak memiliki gawai pribadi dan harus meminjam gawai milik orang tua/wali maupun tetangga untuk mengikuti kelas daring. Hal ini membuat kegiatan belajar mengajar secara daring menjadi tidak efisien karena seringkali peserta didik tidak hadir dalam kelas dan tidak mengerjakan tugas. Karenanya, diperlukan adanya kegiatan belajar mengajar secara luring dengan protokol kesehatan yang ketat.
“Kami seluruh guru, komite, orang tua siswa dan seluruh warga sekolah menyambut baik kedatangan adik-adik mahasiswa ini. Kami merasa terbantu baik untuk pelaksanaan pembelajaran daring maupun untuk pembelajaran luring,” ungkap Ibu Atin Solihatin. S.AP., S.Pd selaku kepala sekolah SD Kartika XIX-2.
Pandemi COVID-19 yang mulai menerjang Indonesia pada tahun 2020 memaksa masyarakat untuk mengubah pola hidup mereka dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang pendidikan. Terhitung sejak bulan Maret 2020, mayoritas sekolah baik pada jenjang SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, hingga perguruan tinggi telah mengubah pembelajar tatap muka secara langsung ke pembelajaran daring. Hal ini dilakukan guna menghindari penyebaran virus di lingkungan pendidikan.
Pengubahan sistem pembelajaran ini tidak lantas berjalan dengan mulus. Berbagai masalah muncul seperti banyaknya keluhan yang datang dari orang tua atau wali peserta didik, hilangnya motivasi belajar pada peserta didik, hingga kendala yang dialami pihak sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar karena kurangnya fasilitas baik dalam kepemilikan gawai, sinyal, maupun kuota internet.
Diharapkan kegiatan KMP ini dapat menjadi jalan keluar yang membantu sekolah yang terdampak oleh pandemi COVID-19 dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan menjadi ladang pengalaman bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri mereka terutama dalam bidang pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H