Memiliki kekayaan adalah keinginan setiap individu, oleh karena itu mereka bersaing untuk mendapatkan kekayaan, terkadang melalui cara yang sah dan terkadang melalui cara yang tidak sah. Menurut Islam, kebahagiaan tidak hanya berkaitan dengan kekayaan materi, tetapi juga dengan kesejahteraan psikologis dan spiritual individu. Mereka yang memperoleh kekayaan secara tidak halal akan sulit dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari kiamat. Rasulullah menegaskan bahwa ada 4 hal yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, yaitu: umur, tubuh, ilmu, dan harta kekayaan. Maka, dalam Islam diatur aturan-aturan yang harus diikuti dalam mencari dan menggunakan kekayaan tersebut.
Dalam Islam, kepemilikan merujuk pada hak seseorang untuk memiliki dan menggunakan harta benda secara sah dan bertanggung jawab. Prinsip dasar kepemilikan dalam Islam mengakui bahwa segala sesuatu di bumi ini adalah milik Allah, dan manusia bertindak sebagai khalifah atau pemegang amanah yang diberi tanggung jawab untuk mengelolanya dengan baik. Kepemilikan dalam Islam harus didasarkan pada prinsip keadilan, tidak merugikan orang lain, serta diatur oleh syariah Islam dalam hal pewarisan, zakat, dan hak-hak sosial lainnya.
Semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah, dan Dia memiliki kekuasaan atas segalanya. (Surah Ali 'Imran) al-Ma’idah: 120).
Kalimat tersebut adalah dasar penting tentang kepemilikan dalam Islam. Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya pemilik segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, dan Dia tidak memiliki sekutu. Kemudian, Allah memberikan kekuasaan atas bumi kepada manusia, dengan harapan agar manusia dapat merawat dan menyuburkannya.
Dalam al-Qur'an kita sering menemukan bahwa kepemilikan harta sejatinya disandarkan kepada Allah swt. Setelah itu, Allah swt memberikan izin kepada manusia untuk memiliki dan mengelola harta tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
A. SEBAB-SEBAB KEPEMILIKAN
1. Memperoleh dan Menguasai Yang Mubah.
Sesuatu yang mubah adalah harta yang tidak masuk pada kepemilikan yang dihormati dan tidak ada halangan syariat untuk memilikinya, seperti air pada sumber mata air, rumput pada tempat tumbuhnya, pohon di padang pasir yang tidak dimiliki, hewan buruan baik laut maupun darat dan lain sebagainya. Setiap orang berhak menguasai dari yang mubah ini sesuai dengan kemampuannya dan apa yang telah dikuasainya dengan niat memiliki maka ia telah memilikinya.
Kepemilikan yang mubah tentang cara memperoleh dan menguasainya tergantung dengan dua syarat:
Pertama, tidak Ada Orang Lain yang Mendahuluinya. Kalau ada seseorang yang mengumpulkan air hujan dalam sebuah bejana dan meninggalkannya maka yang lain tidak berhak mengam-bilnya karena telah keluar dari hukum mubah dengan dikuasai oleh pihak pertama dan menjadi miliknya begitu juga ketika seseorang mengambil kayu di daratan lalu meninggalkannya maka yang lain tidak boleh mengambilnya. Dalam kaidah dikatakan:
من سبق إلى مباح فقد ملكه
“Siapa mendahului kepada yang mubah maka sungguh ia telah memilikinya”
Kedua, berniat memiliki. Kalau yang mubah itu ada pada kekuasaan seseorang, namun tidak ada niat memilikinya maka ia tidak memilikinya. Kalaulah pemburu membentangkan ja-lanyalalu terperangkap padanya hewan buruan. Maka jika ia membentangkannya untuk dikeringkan maka ia tidak memi-likiapa yang masuk pada jala, bagi setiap orang yang melihat boleh mengambil dan memilikinya, namun jika ia memben-tangkannyauntuk berburu, maka apa yang terjebak padanya adalah yang dikuasai dan dimiliki olehnya, kemudian yang lain tidak boleh mengambilnya.
2. Bekerja
Bekerja merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan/memiliki harta. Banyak macam pekerjaan, sebagai seorang guru, dokter, pegawai, buruh, arsitek, dan lainnya, apapun peker-jaannya selama diatas jalan yang disyariatkan maka hasil dari peker-jaannya menjadi miliknya.
3. Waris
Ketika seseorang meninggal tidak akan membawa harta benda yang dimiliki selama hidupnya, harta tersebut akan diwariskan kepada ahli warisnya. Hal itu merupakan salah satu jalan adanya kepemilikan.
Hal ini juga menegaskan bahwa kepemilikan harta yang di miliki oleh manusia ada terbatas, kepemilikan tersebut hanya ketika dia masih hidup di dunia
4. Berkembang Biak
Dalam kaidah:
إن ما يتولد أو ما ينشأ من المملوك مملوك
“Apa yang dilahirkan dari sesuatu atau yang berkembang dari sesuatu dari yang dimiliki maka itu juga adalah yang dimiliki”
Pemilik asal lebih utama dengan cabang-cabangnya dari pada yang lainnya, baik itu yang dihasilkan dengan sebab kepemilikan maupun kerjanya atau dihasilkan secara alami tanpa bekerja.
Buah dari pohon, anak binatang, bulu domba dan susunya dan lain sebagainya semuanya dimiliki oleh pemilik asal.
5. Akad
Akad-akad adalah penyebab terbesar kepemilikan dan yang paling banyak terjadi dan yang paling penting kondisinya baik dalam pandangan sipil maupun timbangan hukum karena dengannya tampak pencapaiannya dan aktivitas manusia dalam dua bidang: ekonomi dan hukum.
B. BATAS-BATAS KEPEMILIKAN
Dalam Islam, konsep kepemilikan dan batas-batasnya diatur dengan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memastikan keadilan, keseimbangan, dan keberkahan dalam pemilikan harta. Berikut adalah beberapa prinsip tentang batas kepemilikan menurut Islam:
1. Kewajiban Zakat
Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah kewajiban membayar zakat, yaitu sumbangan wajib dari harta yang dimiliki oleh seorang Muslim yang telah mencapai nisab (ambang batas tertentu). Zakat merupakan salah satu mekanisme untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan membagi kekayaan dengan adil dalam masyarakat Islam.
2. Larangan Riba
Riba atau bunga dalam transaksi keuangan dilarang dalam Islam. Ini berarti kepemilikan yang diperoleh melalui praktik ribawi dianggap tidak sah dan tidak dibenarkan.
3. Keadilan dalam Transaksi
Konsep keadilan sangat ditekankan dalam Islam, termasuk dalam transaksi jual-beli dan sewa. Kepemilikan yang diperoleh melalui transaksi yang sah dan adil dianggap halal dan diberkati.
4. Hak Anak Yatim dan Fakir Miskin
Islam memberikan perhatian khusus terhadap hak-hak anak yatim dan fakir miskin dalam hal kepemilikan. Anak yatim dan fakir miskin memiliki hak atas dukungan dan bantuan dari harta yang dimiliki oleh masyarakat.
5. Kepemilikan Amanah
Kepemilikan dalam Islam dipahami sebagai amanah (trust) dari Allah SWT. Manusia diberikan tanggung jawab untuk mengelola dan menggunakan harta dengan benar sesuai dengan tuntunan syariah.
Dengan demikian, batas kepemilikan dalam Islam tidak hanya berfokus pada dimensi ekonomi, tetapi juga pada dimensi sosial, moral, dan lingkungan. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kepemilikan dan penggunaan harta dilakukan dengan cara yang adil, berkelanjutan, dan bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
C. MACAM-MACAM KEPEMILIKAN
Dalam Islam, kepemilikan (al-milk) dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan asal atau cara memperolehnya. Berikut adalah beberapa macam kepemilikan menurut perspektif Islam:
1. Kepemilikan Individual (Al-Mulk al-Fardi)
Kepemilikan ini dimiliki secara individual oleh seseorang. Contohnya adalah harta benda pribadi seperti rumah, kendaraan, atau uang yang dimiliki sepenuhnya oleh individu tersebut.
2. Kepemilikan Bersama (Al-Milk al Mushtarik)
Kepemilikan yang dimiliki bersama oleh lebih dari satu individu. Hal ini bisa terjadi misalnya dalam kepemilikan warisan atau dalam bentuk investasi bersama dalam suatu bisnis atau properti.
3. Kepemilikan Negara (Al-Mulk al-Am)
Kepemilikan yang dimiliki oleh negara atas aset-aset umum atau harta kekayaan nasional seperti tanah, sumber daya alam, atau infrastruktur publik.
4. Kepemilikan Waqaf (Al-Mulk al-Waqfi)
Kepemilikan yang diberikan secara permanen atau untuk jangka waktu yang lama untuk kepentingan umum atau agama, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, atau lahan pertanian yang diserahkan sebagai waqaf (amanah).
5. Kepemilikan Haram (Al-Mulk al-Haram)
Kepemilikan yang didapat secara tidak sah atau melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti hasil dari riba, penipuan, atau pencurian.
6. Kepemilikan Gharim (Al-Mulk al-Gharim)
Kepemilikan yang didapat melalui hutang yang belum dibayar atau kewajiban yang harus diselesaikan.
7. Kepemilikan Perorangan dan Kepemilikan Bersama (Al-Milk al-Shakhsi wa al-Jama'i) kepemilikan ini adalah لذا
D. UNSUR-UNSUR KEPEMILIKAN
Unsur-unsur kepemilikan menurut Islam mencakup beberapa aspek penting yang mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam hukum syariah. Berikut adalah beberapa unsur utama kepemilikan menurut perspektif Islam:
1. Hak Milik (Al-Mulk)
Ini adalah konsep dasar kepemilikan yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki hak eksklusif untuk menguasai, menggunakan, dan mengambil manfaat dari suatu harta atau barang tertentu. Hak ini harus diakui dan dihormati oleh masyarakat dan pemerintah.
2. Sumber Kepemilikan
Kepemilikan menurut Islam dapat berasal dari berbagai sumber, seperti warisan, hibah, hasil usaha halal, dan transaksi yang sah menurut syariah seperti jual-beli yang diatur dengan baik.
3. Keadilan dan Kesaksamaan
Islam menekankan pentingnya keadilan dalam kepemilikan, baik dalam memperoleh maupun dalam membagi harta. Kepemilikan yang sah harus didasarkan pada prinsip keadilan yang menghindari eksploitasi atau penindasan terhadap orang lain.
4. Tanggung Jawab dan Amanah
Islam mengajarkan bahwa kepemilikan merupakan amanah dari Allah SWT. Individu yang memiliki harta atau kekayaan bertanggung jawab untuk mengelolanya dengan benar dan menggunakannya sesuai dengan tuntunan agama, termasuk dalam hal zakat dan bersedekah.
5. Penggunaan yang Berkah
Kepemilikan menurut Islam seharusnya tidak hanya untuk kepentingan pribadi semata, tetapi juga untuk kebaikan umum dan mencari ridha Allah SWT. Penggunaan harta harus memberi manfaat dan tidak merugikan orang lain atau lingkungan.
6. Larangan-larangan
Islam juga menetapkan larangan terhadap kepemilikan yang tidak sah atau yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, seperti kepemilikan yang diperoleh melalui riba, penipuan, atau tindakan-tindakan yang tidak adil.
7. Perlindungan Hak
Agama Islam memberikan perlindungan terhadap hak kepemilikan seseorang dari pengambilalihan yang tidak sah atau dari penyalahgunaan oleh pihak lain. Hukum Islam mengatur mekanisme perlindungan hak ini untuk memastikan keadilan dalam masyarakat.
E. FUNGSI KEPEMILIKAN HARTA
Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis, karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta termasuk salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk unsur lima asas yang wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.
Dalam al-Qur’an terdapat 82 kata harta (al-mal, amwalukum, amwalahum, malukum). Dalam ayat-ayat harta itu menunjukkan harta benda itu meskipun milik/dimiliki perseorangan tetapi berfungsi sosial yang harus:
a. Distributif
Jangan sampai kepemilikan harta terkonsentrasi di tangan aghniya‘. Harta harus disalurkan kepada bidang produktif, sehingga ada kerjasama antara aghniya’. Dengan modalnya dia dapat memberi lapangan kerja kepada go-longan ekonomi lemah.
b. Berkembang
Harta itu dirasakan oleh orang banyak sehingga pemilik harta menjauhi sifat tamak dan kikir, dan menggunakan hartanya untuk kepentingan sosial se-perti infak, zakat dan sedekah.
c. efektif
Efektif, yaitu harta sebagai modal harus berperan dalam berbagai lapangan produktif yang akhirnya akan tersalur dalam berbagai lapangan usaha secara distributif yang dapat menampung dan menjalankan produktivitas dan efek-tivitas ekonomi dan menghindari terja-dinya penimbunan harta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H