Sebagai salah satu naga ekonomi Asia, Singapura sebagai negara maju juga telah melaksanakan inisiatif reformasi pendidikan seperti penerapan Teach less Learn More, School Excellent Model, Thinking School, dan Learning Nation (Lee, Hung, & Teh, 2013; Ng, 2017; Tan & Gopinathan, 2010; Tee Ng & Chan, 2008). Reformasi pendidikan Singapura merupakan upaya mengubah paradigma pendidikan dalam upaya mempersiapkan warga negara menghadapi era globalisasi dengan kemampuan berpikir kritis (Kadir, 2009).Â
Indonesia yang bertetangga dengan Singapura dan memiliki kondisi politik, sosial, ekonomi, dan geografis yang berbeda-beda juga telah melaksanakan reformasi pendidikan dalam bentuk desentralisasi pendidikan.Â
Hal ini bertujuan untuk mengurangi peran pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan pendidikan dan menyerahkan pengelolaan pendidikan kepada daerah, khususnya kabupaten, sehingga tujuan dan kegiatan pendidikan dapat lebih disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan masing-masing daerah (Bjork, 2004; Firman & Tola, 2008; Yeom, Acedo, & Utomo, 2002).
Pada gilirannya peristiwa, Singapura telah dipercaya mampu mencapai kualitas unggul di bidang pendidikan. Selama lebih dari empat puluh tahun, Singapura telah melewati beberapa fase transformatif yaitu masa survival (1959-1978), efisinesi (1979-1996), kemampuan (1997- 2011), dan studentcentric, values-driven (2012) (Ministry of Education, Singapore, 2012a dalam Mok, 2008). Singapura sangat prihatin pada saat itu tentang singularitas geopolitik dan kelangkaan sumber daya alamnya. Tahapan-tahapan ini juga merupakan reaksi terhadap zaman, di mana Singapura pada umumnya berusaha menyesuaikan visi negaranya dengan tuntutan zaman (Ng, 2017).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H