Akhlak lain yang harus dimiliki dai adalah memohonkan ampunan bagi mad'u yang telah melakukan dosa besar kepada Allah. Hal ini dinyatakan dalam ayat, "Mohonkanlah ampunan bagi mereka" (QS. Ali Imran/3: 159).
Ketika berdakwah di Thaif, Nabi diperlakukan dengan zalim oleh penduduknya. Melihat hal ini, malaikat berkata, "Hai Muhammad, jika engkau mau, aku bisa menimpakan dua gunung besar ini kepada mereka." Rasulullah menjawab, "Tidak, aku berharap Allah akan mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya" (HR. Bukhari).
Sebagai penyebar dakwah, sejarah menunjukkan bahwa Nabi melibatkan sahabat dalam proses musyawarah saat menghadapi Perang Uhud. Ketika terjadi perbedaan pendapat antara bertahan di Madinah atau keluar untuk menghadapi musuh, mayoritas sahabat memilih untuk menghadang musuh di luar Madinah. Nabi kemudian memutuskan untuk keluar dari Madinah bersama pasukannya.
Dari semua yang telah disebutkan tentang akhlak seorang dai, salah satu yang sangat penting adalah tawakal. Allah menegaskan, "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya" (QS. Ali Imran/3: 159).
Jika kita mengurai hal tersebut berdasarkan ayat 159 dari surah Ali Imran, akhlak yang harus dimiliki oleh seorang dai mencakup kelembutan, kesediaan untuk memaafkan, doa memohonkan ampunan, keterlibatan dalam musyawarah, dan tawakal kepada Allah.