Kali ini kita dalam kondisi berbeda. Kita berada di tengah suasana pandemi yang menghatui. Ketakutan akan terpapar virus pandemi ini membuat kita berpikir dua kali untuk melakukan mudik. Tidak hanya memikirkan kesehatan diri, kita juga memikirkan kesehatan keluarga di rumah apabila kita selama perjalanan terjangkit virus ini dan kemudian menularkan ke keluarga di rumah.
Yaa.. Ramadan kali ini kita rayakan dengan jarak. Kita memilih untuk berjarak bukan karena sudah hilang rasa rindu akan rumah, tapi lebih untuk kebaikan bersama. Pemerintah telah menganjurkan untuk tidak mudik demi keselamatan. Walaupun dengan segala kontroversi pemerintah dalam menangani kasus ini kita secara sadar memilih untuk dirumah saja agar tidak memperkeruh suasana.
Saat simbolis berjabat tangan biasa kita lakukan untuk menandakan bahwa kita saling memaafkan. Nyatanya saat ini kita tidak bisa melakukannya. Ini menyadarkan kita bahwa kegiatan minta maaf dan memaafkan itu hakikatnya merupakan gerak dari hati. Bukan gerak fisik yang disimbolkan dengan berjabat tangan.
Saat kita tidak bisa saling bertatap dan berjabat bisakah kita mencoba untuk memaafkan? Sudah cukup matangkah hati kita untuk memaafkan segala hal buruk yang menimpa kita? Diperlukan level keikhlasan yang tinggi untuk menggerakkan hati menjadi seperti ini.
Ketika kita sekarang berjarak, kecangihan teknologi dari media komunikasi lah kita bisa menyalurkan kerinduan ini. Dengan telpon pintar yang saat ini hampir tiap orang punya, kita manfaatkan untuk menghubungi keluarga agar tetap bisa bersua walaupun ada jarak yang membentang. Menatap layar kaca telepon pintar. Silaturahmi kita lakukan secara virtual.
Hal ini mungkin akan membuat air mata kita mengalir lebih deras dari sebelumnya. Biasanya suasana sakral dan sucinya Ramadan yang diwarnai dengan hangatnya dekapan keluarga menjadi sedikit hampa karena ada jarak diantara kita. Hanya bertatap senyum melalui Handphone yang bisa kita lakukan. Dan kita menyadari bahwa ada ruang kosong yang ternyata tidak bisa sepenuhnya tergantikan oleh teknologi.
Sekarang kita memilih untuk berjarak dalam perayaan lebaran kali ini. Ruang dan waktu untuk muhasabah diri terbuka lebar. Kita memiliki banyak kesempatan untuk menyelami samudera jiwa.Â
Menyelam untuk sampai pada dasar agar mendapat pemahaman akan diri ini seperti apa. Terkadang memang kita lupa bahkan mungkin sampai tidak mengenali diri kita ini siapa.
Yang mungkin jika tidak ada pandemi ini tidak akan ada momen langka untuk muhasabah diri ini. Pandemi seolah menyadakan kita dan menjadi katalis bagi kita untuk membuka celah memasuki ruang -ruang muhasabah ini. Jika tidak dengan jarak dan pandemi, dengan apalagi kita bisa menyempatkan diri untuk memasuki palung terdalam jiwa.
Jika dengan mengenal diri merupakan salah satu cara mengenal Tuhan, harusnya bersyukurlah kita sekarang. Dan pada akhirnya khidmatnya idul firti pun tetap terasa. Namun perlu tingkatan hati yang murni untuk bisa merasakan salah satu manifestasi rasa dari Tuhan ini. Semoga lebaran kali ini bisa membuat kita menjadi hamba yang seutuhNya.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!