Oleh karena itu, tradisi "ngopi" yang saat ini sudah menjadi salah satu gaya hidup dalam masyarakat Bulukumba baik kota dan desa telah menjadi budaya baru. Nongkrong bersama teman dan kolega di warung kopi sambil "ngopi" tidak hanya sekedar kata yang mengandung makna aktivitas biasa. "Ngopi" sudah menjadi perwujudan prestise dan gaya hidup yang sudah menjadi budaya.Â
Dengan demikian, budaya "ngopi" diharapkan melahirkan budaya "gemar membaca" sambil mengolaborasi kekritisan, kreativitas, dan daya inovasi. "Ngopi dan membaca" dapat dijadikan sebagai wadah pembangunan atas "krisis" budaya membaca yang terjadi saat ini.
Aktivitas "ngopi sambil membaca"  merupakan salah satu  jawaban dari kerisauan Octavio Paz yang menyatakan  bahwa kita membaca  berbagai  berita, artikel, dan perhitungan-perhitungan tentang fakta  yang susah. Ketika pendidikan semakin meluas dan tingkat buta huruf semakin berkurang, minat orang modern untuk membaca justru menurun. Kerisauan Paz ini diharapkan tidak terjadi bagi  generasi muda di Kabupaten Bulukumba.
Pembangunan sumber daya manusia secara awal dan serius di Kabupaten Bulukumba akan menjadi kunci utama untuk terlahir menjadi daerah yang maju. Kampanye gerakan mencintai buku, gemar membaca lewat "warung kopi" harus diinisiasi secara cepat oleh Pemkab Bulukumba lewat instansi terkait.Â
Misi pemerintah daerah untuk menjadikan pembangunan SDM sebagai salah satu prioritas merupakan langkah tepat. Sumber daya manusia yang unggul menjadi ujung tombak kemajuan daerah kini dan nanti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI