Mohon tunggu...
Jiebon Swadjiwa
Jiebon Swadjiwa Mohon Tunggu... Seniman - seniman

Cuma penulis biasa sekaligus penikmat lagu, perasa puisi, dan pecandu kopi sachetan, selalu menulis dengan mendengarkan suara yang bangkit dari dalam dirinya, suara itu adalah suara kematian (dengan semua firasatnya), suara cinta, dan suara seni.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Perang Dua Kubu Antara Imajinasi vs AI, Mana yang Menang dalam Melahirkan Karya Sastra?

3 Februari 2025   09:22 Diperbarui: 3 Februari 2025   09:23 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sastra adalah cerminan jiwa manusia yang dituangkan dalam kata-kata, tetapi kini ada tantangan baru: AI mulai ikut menulis.

Sebagian penulis melihat AI sebagai ancaman yang bisa menggantikan imajinasi manusia, sementara yang lain melihatnya sebagai alat bantu revolusioner yang mampu mengolah kata-kata lebih cepat dan efisien.

Dunia kepenulisan kini terpecah menjadi dua kubu---mereka yang masih percaya pada kekuatan imajinasi manusia dan mereka yang menerima AI sebagai bagian dari proses kreatif.

Dalam sejarahnya, sastra berkembang dari kisah-kisah lisan, tulisan tangan, mesin ketik, hingga akhirnya era digital, tetapi tak ada yang pernah mengguncang fondasi kreativitas seperti kecerdasan buatan.

AI mampu menulis puisi, novel, dan esai dalam hitungan detik dengan referensi tak terbatas, tetapi pertanyaannya: apakah tulisan AI memiliki jiwa?

Sebuah novel yang ditulis manusia membawa pengalaman hidup, emosi, dan perspektif unik, sedangkan AI hanya menyusun pola dari kumpulan data yang ada.

Beberapa karya sastra terbesar lahir dari penderitaan, renungan, dan refleksi mendalam---hal yang tidak bisa direplikasi oleh algoritma.

Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa AI memiliki keunggulan dalam hal produktivitas, menyusun plot yang kompleks, dan memberikan variasi gaya penulisan dalam sekejap.

Sebagai contoh, novel yang ditulis dengan bantuan AI bisa melewati tahap editing lebih cepat, memberikan referensi intertekstual yang luas, dan bahkan menciptakan karakter dengan kepribadian yang unik berbasis analisis data.

Di sisi lain, banyak kritikus sastra berpendapat bahwa AI hanyalah alat, bukan pencipta, karena kreativitas sejati lahir dari pengalaman subjektif manusia yang tak bisa direduksi menjadi data.

Meski begitu, AI terus berkembang dan semakin memahami pola emosional dalam tulisan, meniru gaya sastra tertentu, dan bahkan menggabungkan elemen kreatif dengan cara yang mengejutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun