Mohon tunggu...
Imam syafii
Imam syafii Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Kabar Prostitusi Lokal?

10 Januari 2019   10:38 Diperbarui: 10 Januari 2019   10:43 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia esek-esek yang lagi hangat di era digital. Menjadi topik yang menutup mata terhadap lingkungan sekitar. Kasus sepertinya sudah biasa tapi siapa orangnya itulah yang membuat jadi luar biasa. Apalagi dugaan tarif yang mengalahkan gaji karyawan selama 1 tahun, sungguh ironis dan tragis. Tapi rejeki itu kan sudah ada takaranya. Banyak habis sedikit cukup, tergantung cara melihatnya.

Prostitusi memang menjadi lahan basah yang mendulang rupiah. Gemah ripah hambur-hamburan uang tanpa ada rasa eman. Sudah pasti orang yang datang butuh hiburan. Mereka tanpa sadar akan loyal untuk membayar.

Ada apakah istri mereka? Atau memang itu suatu kebutuhan? Apa keluarga belum bisa menjadi lahan bahagia?

Kalau istri mampu menjadi ratu tentunya raja tidak akan butuh selir. Kebahagian cukup dirasakan dari belahan jiwanya. Tanpa harus mengecer di klotong lokalisasi. Tapi bukan hanya menyudutkan kaum perempuan. Harus ada introspeksi diri dari kaum laki-laki. Sebagai pemimpin harusnya bijak dan paham dalam bertindak. Bukan hanya mengejar kesenangan sesaat saja.

Kebutuhan biologis memanglah primer dan penting. Menyalurkan hasrat mestinya di jalur yang tepat. Lokalisasi bukanlah jalur yang tepat? Jasa yang disewa lalu bertransaksi dan selesai. 

Semestinya manusia bisa membedakan mana yang diperbolehkan dan dilarang. Lebih jauh lagi kaum hawa rela melepas keperawanan hanya karena status pacaran. Cinta membutakan dan membuat mereka luka. Daripada gratis dan sakit hati lebih untung dibayar dan tidak pakai hati.

Keluarga hanyalah lingkungan kecil yang bisa berpotensi besar. Mendidik dan memberi pengetahuan sejak dini. Kebebasan itu dengan aturan bukan tanpa batasan. Kalau keluarga belum bisa menjadi tempat bahagia. Tidak salah juga kalau mereka mencari kebahagian di tempat hiburan. Tapi bukan berarti kita meng-iyakan dan meng-amini.

Online dan offline memiliki kelebihan dan kekurangan begitupun dunia esek-esek. Tanpa harus lewat mucikari pun mereka bisa menjajakan diri. Membuka akun sosial media sebagai promosi. Boking online sudah lama terjadi pastinya di kota-kota maju. Para hawa tinggal buka kamar hotel dan promosi. Open BO di Surabaya tanggal 10-12 Januari 2019.

Sejarah juga jarang mengungkap aib tindak kejahatan asusila. Tiap daerah tentunya punya lokalisasi, tanpa bisa dipungkiri. Bahkan bisa dikatakan ditiap kabupaten ada lokalisasi. Coba kita pikir sendiri, kenapa kesedot berita esek-esek. Sedang di kota kita tinggal jarang sekali diungkap. Kita nyinyir kasus orang tanpa mau melaporkan lingkungan terdekat.

Kalau artis bisa jadi kasus nasional, bagaimana kalau hanya sekala lokalisasi kabupaten? Kita diamkan atau kita biarkan saja. Anggap itu sekala kecil tanpa perlu di utik-utik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun