Krisis keuangan, pangan dan energi global yang terjadi diperparah dengan tekanan inflasi menjadikan negara-negara didunia dihantui oleh ancaman resesi. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan berada di kisaran 2,3%-2,9%, proyeksi ini menurun dibandingkan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2022 yang diperkirakan pada kisaran 2,8-3,2%. Menurut Direktur Pelaksana International Monetary Fund Kristalina Georgieva posisi ekonomi dunia saat ini berada dalam posisi yang rawan, dalam wawancara dengan CNN beliau mengatakanÂ
"Kita berada di ruang yang belum pernah dialami sebelumnya. Krisis demi krisis dalam dua tahun. Baru saja kita mulai pulih dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh COVID, kini kita dilanda perang di Eropa, sanksi dan konsekuensi mereka,".
Untuk Indonesia sendiri Asian Development Bank (ADB) telah memangkas proyeksi ekonomi Indonesia pada tahun 2023 yang semulanya 5,2% menjadi 5%, namun menurut ADB sendiri Indonesia termasuk dalam negara yang diprediksi akan bebas dari resesi meskipun akan tetap terpengaruh. Menurut Faisal Basri selaku ekonom senior Universitas Indonesia krisis dapat terjadi karena dua faktor yaitu perpaduan antara yang terjadi di eksternal dan domestik, krisis yang terjadi ditandai dengan gejolak sosial terlebih dahulu dalam ranah domestik. MenurutnyaÂ
"Tapi ekonomi saja pemerintah masih bisa menahan, kalau sosial saja juga bisa ditangani, tapi kalau dua-duanya terjadi bisa kayak tahun 1998," dalam wawancara kepada Tempo. Indonesia akan mengalami tantangan berat namun ada besar kemungkinan tidak akan jatuh ke jurang resesi karena kaitan ekonomi Indonesia dengan ekonomi dunia relatif kecil, contohnya pada saat global financial crisis 2008 dimana pertumbuhan ekonomi dunia -1% namun Indonesia angkanya 4,6%.Â
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Yang Terancam
Meskipun kemungkinan untuk Indonesia terkena dampak dari resesi tidak besar, harus tetap ada kebijakan yang harus diambil agar Indonesia tidak terpuruk akibat resesi ekonomi di beberapa negara di dunia. Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira dampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia ini adalah pertumbuhan ekonomi yang akan terjun bebas dibawah lima persen, dan mengakibatkan naiknya bahan-bahan komoditas.
Naiknya komoditas ini akan berdampak pada permintaan yang semakin menurun karena daya beli masyarakat semakin rendah. Hal ini tentu akan berdampak pada paling besar bagi masyarakat dengan ekonomi rentan yang akan semakin sulit untuk bertahan dikala terjadinya resesi.
Tahun 2023 juga menjadi tahun penting di Indonesia pasalnya akan ada pertarungan politik untuk pemilu 2024, hal ini juga dapat mendorong lesunya ekonomi. Pasalnya, tahun ini dinilai beresiko terhadap bisnis dan para pelaku usaha kerap menghindari ekspansi bisnisnya pada tahun politik karena kebijakan mendatang yang dapat berubah.
Kebijakan Tepat Sasaran & Guna
Dalam hal ini maka andil negara untuk meningkatkan resiliensi masyarakatnya menjadi penting dalam saat genting seperti ini. Upaya pengendalian inflasi terus dilakukan oleh pemerintah dengan menjaga agar bahan pokok di tingkat nasional tetap stabil ditengah gempuran global. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan resiliensi masyarakatnya adalah dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp.12,4 triliun  dan subsidi upah sebesar Rp. 9,6 triliun yang dibagikan kepada 16 juta pekerja. Hal tersebut dilakukan agar perputaran ekonomi terus terjadi dan agar pertumbuhan ekonomi masih dapat bertahan diatas angka 5%.
Campur tangan pemerintah ini dalam teori ekonomi politik dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang dilakukan dengan pendekatan keynesian. Keynes berpendapat bahwa pasar tidak selamanya dapat meregulasi dirinya sendiri sehingga perlunya campur tangan pemerintah untuk melakukan regulasi terhadap pasar. Pendekatan ini dapat digunakan bagi indonesia untuk menghadapi resesi mendatang, dengan catatan bahwa pemerintah sebagai regulator harus menelaah dengan cermat terkait kebijakan yang akan diterapkan.Â