Nagekeo,- Masyarakat Adat Rendu Butowe Kabupaten nagekeo NTT menggelar aksi pemblokiran jalan untuk menghadang tim  Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II dan tim survey pembangunan waduk Lambo yang hendak datang ke lokasi untuk mengambil data survey lanjutan.
Dalam aksi pemblokiran jalan oleh Masyarakat Adat Rendu Butowe tersebut dilakukan pada Senin (23/08/2021)
Lokasi untuk menghadang tim survey  letaknnya di Malapoma, Rendu Butowe.  Kedatangan tim survey dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusra II  itu hendak melakukan survey di tanah ulayat masyarakat adat Rendu, untuk itu masyarakat menyatakan tidak seenaknya memasuki wilayah adat tanpa mendapat izin dari Masyarakat Adat  setempat  sebagai pemilik tanah ulayat di lokasi tersebut.
Wilibrodus Ou Sekretaris Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL), Kepada media mengatakan kehadiran tim survey dan BWS Nusra II di Rendu Butowe untuk kembali mengambil data survey tanah milik Masyarakat Adat tersebut membuat masyarakat menjadi tidak nyaman dalam menjalankan aktivitas hariannya karena harus memantau mereka bahkan mengejar dan mengusir mereka untuk keluar dari lahan yang menjadi sasaran Survei.
"Kami mesti berjaga -- jaga karena mereka diam -- diam nyelonong masuk saja seperti pencuri tanpa meminta izin dari kami pemilik tanah padahalnya mereka tahu persis kalau tanah ulayat ini milik kami Masyarakat Adat yang ada disini," kata Willybrodus.
Lebih lanjut Willybrodus menuturkan, setelah mengetahui adanya pemblokiran jalan masuk di dusun Malapoma, BWS Nusra II dan tim survey tidak kehilangan akal dan mencari jalan masuk Rendu Butowe lewat pasar Raja dan secara diam -- diam masuk lokasi untuk melakukan survey.
"Mereka masuk melakukan survey di wilayah adat kami sama seperti pencuri yang hendak mencuri namun ketika mereka melaporkan data survey ke pusat, semuanya baik adanya seolah -- olah tidak ada persoalan disini. Kalau seperti ini kan sudah memanipulasi dan merekayasa data dari lapangan," tutur Willybrodus.Â
Sekretaris FPPWL ini menegaskan BWS Nusra II dan tim survey, maupun BPN Kabupaten Nagekeo semestinya tidak perlu main kucing -- kucingan dengan Masyarakat Adat dan harus berani jujur melaporkan data yang sebenarnya ke Pemerintah Pusat sehingga Pemerintah Pusat terutama Presiden Jokowi dapat mengetahui kondisi riil dan gejolak yang sesungguhnya  terjadi di Rendu Butowe.
"Kami yakin gejolak yang terjadi di Rendu selama ini tidak pernah mereka laporkan ke Pemerintah Pusat sehingga Pemerintah Pusat tidak mengetahui adanya arus penolakan yang kuat dari Masyarakat Adat pemilik tanah ulayat ini," tegas Willy.
Oleh karenanya, Willybrodus yang juga Sekretaris FPPWL meminta agar Presiden Jokowi bisa mendengarkan seruan kebenaran Masyarakat Adat Rendu Butowe, Lambo dan Ndora yang selama ini menolak lokasi pembangunan waduk Lambo di Lowo Se namun memberikan solusi alternatif pembangunan waduk Lambo di Malawaka dan Lowo Pebhu yang juga masih dalam wilayah adatnya.
Pihaknya menjelaskan, Masyarakat Adat ketiga komunitas yang terkena dampak langsung pembangunan waduk Lambo sesungguhnya bukan menolak pembangunan waduk tetapi menolak lokasi pembangunan.
"Sejak awal kami menolak lokasi pembangunan di Lowo Se karena kampung, kebun, tempat ibadah, sekolah, tempat ritual adat dan kuburan leluhur kami akan ikut tenggelam sehingga kami menyediakan lokasi alternatif di dua tempat itu. Kami sesungguhnya bukan menolak pembangunan waduk tetapi menolak lokasinya," jelas Willy.
Hal serupa diungkapkan Antonius Api, salah seorang tokoh Masyarakat Adat Rendu mengatakan aksi tutup jalan yang mereka lakukan merupakan protes keras terhadap BWS Nusra II yang memaksakan diri untuk tetap melakukan survey terhadap tanah ulayat Masyarakat Adat Rendu, Lambo dan Ndora padahal mereka sudah mengetahui jelas kalau Masyarakat Adat ketiga komunitas itu telah lama menolak lokasi dibangunnya waduk Lambo.
Antonius menjelaskan, meskipun BWS Nusra II dan tim survey telah masuk secara illegal ke dalam wilayah adatnya untuk melakukan pendataan namun pihaknya sebagai Masyarakat Adat pemilik tanah ulayat di Rendu Butowe tidak sedikit pun mengizinkan mereka untuk membangun waduk di lokasi Lowo Se.
"Silahkan lakukan survey tetapi untuk bangun waduk di wilayah adat kami, sejengkal tanah pun kami tidak izinkan. Kami sudah siap mati untuk mempertahankan tanah ulayat kami," tuturnya dengan tegas.
Sementara itu Sitti Aisyah, tokoh Masyarakat Adat Ndora mengaku sangat kecewa dengan kehadiran tim survey dan BWS Nusra II yang tetap ngotot melakukan survey secara diam -- diam di wilayah adat Masyarakat Adat padahal sudah sejak awal mereka tidak mengizinkan ada aktivitas survey di wilayah adat mereka. Â
"Jujur kami sangat kecewa dengan sikap tim survey dan BWS Nusra II yang masih nekat melakukan survey di tanah ulayat kami padahal mereka sudah tahu kami menolak keras kehadiran mereka," imbuh Sitti Aisyah.
Sitti Aisyah mengungkapkan dirinya dan Komunitas Adat lainnya telah komitmen untuk menolak pembangunan waduk Lambo di Lowo Se sehingga sampai kapan pun dirinya tetap menolak lokasi tersebut.
"Jika BWS Nusra II tetap nekat bangun waduk, silahkan bangun diatas tanah miliknya. Untuk kami, Masyarakat Adat ketiga komunitas ini tidak butuh waduk. Kami hanya butuh tanah warisan Leluhur kami. Mati pun kami sudah siap untuk membela dan mempertahankan tanah warisan ini," tutupnya.*(JF)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H