Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata - Pegiat Permakultur di Alam Lejar Bhumi Immaculata - Pendidik di Wisma Remaja Bagimu Negeriku

Menulis itu kemerdekaan!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Realita Pendidikan dan Lingkungan Sekarang: Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?

26 Juni 2024   09:11 Diperbarui: 26 Juni 2024   13:40 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bhumi Immaculate! - Cita-cita akan bumi yang bersih, rapi, tanpa noda

Ditulis Oleh : Jhosef Nanda Putra - Alam Lejar Bhumi Immaculata || instagram.com/jhosefnanda

Indonesia, negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan utama di dunia. Namun, kenyataan yang dihadapi dalam bidang pendidikan dan lingkungan hidup sering kali jauh dari gambaran ideal yang diimpikan. 

Namun, kenyataan yang dihadapi dalam bidang pendidikan dan lingkungan hidup sering kali jauh dari gambaran ideal yang diimpikan.

Meski pemerintah kerap menggembar-gemborkan visi "Indonesia Emas," banyak masalah mendasar yang masih belum teratasi. 

Artikel ini akan membahas realita pendidikan dan lingkungan di Indonesia saat ini, mengkritik langkah-langkah yang diambil oleh para politisi dan pemerintah, serta mempertanyakan sejauh mana komitmen mereka terhadap masa depan Indonesia.

Wajah Pendidikan di Indonesia

1. Rendahnya Kreativitas Siswa

Salah satu masalah utama dalam sistem pendidikan Indonesia adalah rendahnya kreativitas siswa. Kurikulum yang sarat akan hal administratif dan tidak membumi, serta berorientasi pada penghafalan membuat siswa sulit untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. 

Ada satu pengalaman penulis sebagai pamong di sebuah Asrama SMK. Seorang siswa pernah melakukan peretasan website sekolah, dan ia mengetahui celah sistem tersebut. Pihak sekolah geram melihat kejadian ini dan menghukum siswa tersebut. 

Ini adalah kenyataan bahwa kreativitas siswa jarang dihargai. Bagi saya, itu merupakan kreativitas siswa. Siswa tersebut perlu diwadahi sehingga tidak berisiko melakukan pelanggaran dengan kreativitasnya.

Kreativitas seringkali tidak dihargai di sekolah

Guru sering kali terjebak dalam metode pengajaran konvensional, di mana siswa lebih banyak diharapkan untuk mengingat fakta daripada memahami konsep dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

Studi menunjukkan bahwa kreativitas adalah kunci untuk inovasi dan perkembangan ekonomi. Namun, sistem pendidikan Indonesia belum sepenuhnya mengakomodasi pentingnya pengembangan kreativitas. 

Padahal, di era industri 4.0 ini, kemampuan berinovasi adalah salah satu faktor penentu dalam menghadapi persaingan global. Jika Indonesia ingin bersaing di kancah internasional, reformasi pendidikan yang mendukung kreativitas siswa harus menjadi prioritas.

2. Ketidakmerataan Pendidikan

Ketidakmerataan pendidikan juga menjadi masalah serius. Akses pendidikan berkualitas masih sangat terbatas di daerah-daerah terpencil. 

Banyak sekolah di pedalaman yang kekurangan fasilitas dasar seperti buku pelajaran, ruang kelas yang layak, dan tenaga pengajar yang kompeten. Anak-anak di daerah terpencil sering kali harus menempuh jarak yang jauh untuk bisa bersekolah, dan tidak jarang mereka terpaksa berhenti sekolah karena kendala ekonomi atau infrastruktur.

Pemerintah memang telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan akses pendidikan di daerah terpencil, seperti program Indonesia Pintar dan bantuan operasional sekolah. Namun, implementasi program-program ini sering kali tidak merata dan kurang efektif. 

Banyak sekolah yang masih belum menerima bantuan yang dijanjikan, dan kualitas pendidikan di daerah terpencil masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kota-kota besar.

Lingkungan Hidup: Kerusakan yang Mengkhawatirkan

1. Kerusakan Lingkungan dan Masalah Sampah

Di bidang lingkungan hidup, Indonesia menghadapi tantangan besar. Kerusakan hutan, pencemaran air dan udara, serta pengelolaan sampah yang buruk adalah beberapa masalah utama. 

Sumber Foto: Oleh Penulis | Gunungan sampah di salah satu TPA di Jawa Tengah
Sumber Foto: Oleh Penulis | Gunungan sampah di salah satu TPA di Jawa Tengah

Deforestasi yang masif, baik untuk industri kayu maupun perkebunan kelapa sawit, telah mengakibatkan hilangnya habitat satwa liar dan perubahan iklim lokal. 

Masalah sampah, terutama sampah plastik, menjadi isu krusial yang belum teratasi dengan baik. Indonesia adalah salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. 

Sampah plastik sering kali berakhir di laut, mencemari ekosistem laut dan mengancam kehidupan laut. Program pengelolaan sampah yang ada belum mampu mengatasi volume sampah yang terus meningkat. Banyak tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah penuh, dan sistem daur ulang yang efektif masih jauh dari harapan.

Kritik terhadap Pemerintah dan Politisi

1. Slogan Indonesia Emas

Politisi dan pemerintah sering kali mengucapkan slogan-slogan seperti "Indonesia Emas" untuk menggambarkan visi optimistis tentang masa depan negara ini. 

Namun, langkah-langkah konkret yang diambil sering kali tidak sejalan dengan visi tersebut. Di bidang pendidikan, misalnya, anggaran yang dialokasikan sering kali tidak cukup untuk mencakup kebutuhan semua sekolah di seluruh pelosok negeri. 

Banyak kebijakan yang tampaknya hanya menjadi jargon politik tanpa implementasi yang nyata dan berkelanjutan.

2. Kurangnya Komitmen Serius

Di bidang lingkungan, pemerintah sering kali lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi jangka pendek daripada keberlanjutan lingkungan. 

Kebijakan yang mengizinkan deforestasi besar-besaran untuk kepentingan industri menunjukkan kurangnya komitmen terhadap konservasi lingkungan. Penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan juga masih lemah, sehingga banyak perusahaan yang dengan mudahnya melanggar aturan tanpa mendapat sanksi yang setimpal.

Selain itu, program-program pemerintah untuk mengatasi masalah sampah dan perubahan iklim sering kali tidak efektif dan kurang mendapatkan dukungan masyarakat. 

Mungkin banyak kebijakan yang dibuat tanpa konsultasi yang cukup dengan para ahli dan masyarakat yang terdampak, sehingga implementasinya tidak berjalan lancar.

Refleksi: Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?

Realita yang dihadapi Indonesia saat ini menunjukkan bahwa meskipun ada visi optimis tentang "Indonesia Emas", kenyataannya masih banyak tantangan serius yang harus dihadapi, terutama dalam bidang pendidikan dan lingkungan hidup. 

Pendidikan di Indonesia masih terhambat oleh kurikulum yang tidak menumbuhkan kreativitas dan ketidakmerataan akses, yang membuat kreativitas siswa sulit berkembang dan menghambat potensi penuh mereka. 

Di sisi lain, masalah lingkungan seperti kerusakan hutan, pencemaran, dan pengelolaan sampah yang buruk terus menjadi ancaman besar bagi kelestarian alam dan kesehatan masyarakat.

Dalam konteks ini, Indonesia tampaknya lebih dekat dengan "Indonesia Cemas" daripada "Indonesia Emas". Slogan yang sering kali diucapkan oleh politisi dan pemerintah masih jauh dari kenyataan sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat. 

Ketidakmampuan untuk menangani masalah pendidikan dan lingkungan dengan serius mencerminkan kurangnya komitmen dan tindakan nyata. Untuk benar-benar menuju masa depan yang cerah, diperlukan langkah-langkah konkret dan berkelanjutan yang mampu mengatasi tantangan mendasar ini dengan efektif dan inklusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun