Mohon tunggu...
Jhosef Nanda
Jhosef Nanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Unika Soegijapranata - Pegiat Permakultur di Alam Lejar Bhumi Immaculata - Pendidik di Wisma Remaja Bagimu Negeriku

Menulis itu kemerdekaan!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Pancasila sebagai Alat Kendali Penggunaan Ponsel Pintar pada Anak-Anak

4 Februari 2022   11:07 Diperbarui: 4 Februari 2022   11:14 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pexels.com || Ilustrasi bercocok tanam sebagai implementasi belajar diluar ruangan 

Anak-anak yang sudah mengalami kecanduan ponsel pintar memiliki beberapa indikasi. Diantaranya adalah sebagian kesibukannya berada di seputar media sosial, menggunakan media sosial untuk pengalihan atau mengurangi perasaan negatif, menggunakan media sosial untuk mendapatkan kesenangan, mengalami kegelisahan atau stres bila dilarang menggunakan media sosial, mengorbankan kegiatan atau kewajiban lain dan mencoba untuk mengontrol penggunaan media sosial namun gagal (Farida Coralia dkk, 2017). 

Fenomena ini merupakan dampak dari arus globalisasi terhadap anak-anak. Sungguh ironis bila pada kenyataannya belakangan ini anak-anak semakin erat dengan ponsel pintar akibat pengaruh pandemi covid-19. Keadaan yang membawa kepada ketergantungan akan ponsel pintar ditambah lagi dengan ketidaksiapan mendayagunakan alat tersebut menambah persoalan ini semakin rumit. Anak-anak yang kecanduan menggunakan ponsel pintar cenderung akan antisosial (Dindin, 2019: 274). Mereka yang mengalami larangan atau pembatasan penggunaan ponsel pintar akan cenderung menjadi agresif dan memberontak bila sudah terlanjur kecanduan. 

Pada sisi lain, efek penggunaan ponsel pintar secara berlebihan juga berpengaruh terhadap kesehatan. Mata yang berjam-jam menerima paparan sinar dari layar ponsel akan mudah lelah bahkan berpotensi mengalami kerusakan. Selain mata, tentu bagian tubuh lain juga terdampak. Seperti misalnya jari jemari yang digunakan untuk berselancar terlalu lama di dunia maya akan mudah lelah hingga sering mengalami kram. 

Meninjau Teori Pendidikan

1. Teori Pendidikan Humanistik

Pendidikan humanistik mengacu kepada teori pendidikan yang amat manusiawi dan menggunakan ideologi kemanusiaan sebagai basis dari proses pendidikan serta mengutamakan komunikasi yang jika diterapkan dengan benar akan menjadi jembatan pembentukan karakter (Sabaruddin, 2020). 

Poin penting dari pendidikan humanis adalah bahwa perkembangan anak bukan hanya perkembangan dalam arti sempit kognitif saja. Tetapi bagaimana anak berkembang secara holistik pada aspek psikomotorik dan afektifnya juga (Sabaruddin, 2020: 150-151). Hal ini penting karena sesungguhnya perkembangan kognitif bisa anak upayakan sendiri. Sementara itu yang tidak boleh lupa untuk diketengahkan adalah perkembangan moral anak. Pendidikan humanis ini ideal untuk penanaman nilai-nilai moral dan lingkungan secara riil kepada anak-anak. Dilihat dalam praktiknya, pendidikan humanis tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan dan pengalaman asli anak, seperti dikemukakan John Dewey dalam buku berisi esai-esai pendidikan (Menggugat Pendidikan Fundamentalis Konservatif Liberal Anarkis, 2015) bahwa pendidikan harus menyatu-padu dengan lingkungan riil anak. Tidak boleh dipisah-pisah.

Mendefinisikan pertumbuhan anak dalam arti sempit bisa menjadi berbahaya. Anak bisa belajar menjadi siapa saja. Jika seorang anak tekun belajar membobol rumah, maka dikemudian hari ia bisa menjadi maling profesional dan lama kelamaan akan menjadi raja maling (Dewey, 2015: 245). Tentu contoh demikian sah-sah saja bila disebut sebagai pertumbuhan. Tetapi bukan pertumbuhan seperti itulah yang diupayakan oleh pendidikan humanistik. Pendidikan humanistik mengupayakan pertumbuhan yang tidak hanya bersifat kognitif saja, fisik saja dan atau moral saja. Melainkan pertumbuhan yang holistik baik dalam aspek kognitif, fisik dan juga moral. 

Sejalan dengan paparan diatas, Pancasila mengandung nilai humanis yang lebih lengkap dan ideal, yakni humanisme yang Berketuhanan. Lengkap dan relevan, nilai-nilai Pancasila sangat berguna diterapkan dalam medium pendidikan humanistik. Nilai-nilai tersebut penting bagi pondasi penelusuran intelektual para generasi muda agar tidak meninggalkan aspek-aspek moral-spiritualnya. Bagian ini akan dipaparkan pada bagian selanjutnya.

2. Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila dapat ditelusuri akar filofisnya dari pesan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hadjar Dewantara yeng menyatakan karakter yang harus dimiliki oleh pendidik yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Dari pesan Ki Hadjar, kunci penting pendidikan Pancasila adalah terletak dari keteladanan seorang pendidik. 

Pancasila memiliki beberapa kedudukan bagi manusia Indonesia. Selain sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, Pancasila juga merupakan sebuah pandangan hidup bagi manusia Indonesia. Itu kenapa Pancasila juga disebut sebagai ideologi yang realistik (Daruni, 1996: 33). Pendidikan pancasila pun demikian. Model pendidikan ini harus menyatu dengan realitas lingkungannya. Pendidikan Pancasila harus melek terhadap realitas dan kemajuan jaman, sekaligus tidak melepas jatidiri bangsa Indonesia. 

Pancasila memiliki beberapa kedudukan bagi manusia Indonesia. Selain sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, Pancasila juga merupakan sebuah pandangan hidup bagi manusia Indonesia. Itu kenapa Pancasila juga disebut sebagai ideologi yang realistik (Daruni, 1996: 33). Pendidikan pancasila pun demikian. Model pendidikan ini harus menyatu dengan realitas lingkungannya. Pendidikan Pancasila harus melek terhadap realitas dan kemajuan jaman, sekaligus tidak melepas jatidiri bangsa Indonesia. 

Menyoal Ponsel Pintar

1. Ponsel Pintar Sebagai Anak Kandung Globalisasi

Globalisasi dalam perkembangannya hingga sekarang ini sudah betul-betul merambah ke berbagai bidang kehidupan. Tak hanya persoalan masyarakat menengah keatas, dampak globalisasi juga mengena pada masyarakat papa. Arus globalisasi bisa membawa berkah bagi masyarakat tapi juga sekaligus dapat menggulung habis mereka yang tidak siap. Alih-alih menjadi jembatan kemajuan bangsa, arus globalisasi ini justru bisa menjadi alat penghancuran bangsa khususnya anak-anak muda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun