Bagi penulis hal ini menunjukkan bahwa kegiatan yang terjadi di sekolah adalah aktivitas satu arah yang perlu dikritisi
Akan lebih bijak bila setiap individu yang berada di sekolah memposisikan dirinya sebagai seorang pembelajar. Yang sudi belajar dari siapa pun, bahkan dari murid atau anaknya sendiri!
Sehingga dalam bayangan ideal mengenai manusia pembelajar ini, tidak ada lagi anggapan terhadap anak sebagai subyek pasif yang tidak tahu apa-apa. Di mana anak wajib menerima apapun yang ditransfer orang dewasa kepadanya. Bukan hal seperti itu yang seharusnya terjadi di sekolah.
Agak aneh bukan apabila segala ilmu di bumi yang dianggap penting ini diajarkan kepada anak dengan segala latar belakang yang berbeda? Apakah setiap anak akan menerima dengan cara dan porsi yang harus sama? Apakah semua ilmu itu relevan dengan kehidupan anak?
Maksud dari anak sebagai subyek aktif adalah bagaimana minat dan kecintaan anak akan sesuatu hal merupakan hal utama, yang berada di atas segala tuntutan eksternal di luar dirinya.
Biarlah anak terbiasa mengkritisi suatu hal sejak dini, tentu dengan cara yang berbeda-beda. Dan jangan dihalang-halangi.
Ketidaksetujuan anak akan suatu hal bisa diekspresikan dengan banyak tindakan. Di sinilah maksud peran pendidik sebagai fasilitator. Kita sebagai pendidik harus jeli memperhatikan perilaku anak.
Jika anak sudah terbiasa menjadi subyek aktif sejak dini, maka kebebasan dan kemerdekaan itu pun akan terus dibawanya hingga ke jenjang persekolahan berikutnya. Tanpa rasa takut dan minder.
3. Nilai bagus sudah cukup
Anak memiliki nilai mata pelajaran baik sering kali disamakan dengan berhasilnya pendidikan. Apakah benar demikian?