satu kenyataan pahit yang dialami Indonesia sebagai negara tropis dengan julukan tanah surga adalah "Indonesia terjajah pangan", bagaimana tidak negara dengan tanah subur seperti Indonesia justru mengalami kesulitan dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya seperti beras.
pada tahun 2023 Indonesia telah mengimpor lebih dari 3 juta ton beras untuk memenuhi stok beras nasional dimana pada tahun 2023 banyak daerah yang mengalami gagal panen akibat bencana alam dan tentu saja hama penyakit. jumlah impor tahun 2023 meningkat sangat signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 400 ribu ton.
sebetulnya Indonesia pernah menjadi negara yang swasembada beras pada tahun 1980an atau masa pemerintahan orde baru, namun setiap tahun produksi beras semakin tidak memenuhi kebutuhan rakyat sehingga terpaksa pemerintah melakukan kebijakan impor beras saat sedang krisis atau inflasi.
sebetulnya indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang pertanian dan perkebunan dikarenakan tanahnya yang sangat subur, namun kenyataannya sektor pertanian justru stagnan bahkan mengalami penurunan dikarenakan peralihan fungsi lahan menjadi perumahan.
peralihan fungsi lahan pertanian ini disebabkan oleh tidak "menghasilkan" pundi-pundi rupiah yang mencukupi sehingga peminat dalam sektor pertanian sangat kecil. jika kita lihat pada negara-negara tetangga seperti thailand dan vietnam usia para petani dikisaran antara 20-40 tahun, sedangkan di Indonesia usia rata-rata petani adalah 40-60 tahun.
para pemuda yang memiliki talenta justru tidak tertarik menjadi petani sehingga yang menjadi petani adalah para orang-orang tua dengan keterampilan tentu saja terbatas hanya kemampuan yang diwariskan turun temurun, jadi tidak heran kalau teknologi pertanian kita tertinggal.
selain itu, pemerintah Indonesia saat ini belum maksimal mendukung pertanian, buktinya pupuk-pupuk langka dan mahal, selain memang langka sebagian juga banyaknya mafia pupuk subsidi yang melarikan pupuk ke perkebunan sawit dikarenakan lebih menguntungkan.
ditambah lagi dinas pertanian daerah-daerah tidak berfungsi sebagai mana mestinya, kalian bisa lihat sendiri di daerah masing-masing, tanyakan pada para petani apakah mereka pernah diberikan penyuluhan-penyuluhan, apakah pernah disupply bibit-bibit unggul oleh dinas terkait?
saya pernah merasakan sendiri menjadi petani karena saya penasaran, saya menggarap lahan sawah orang tua mungkin hanya sekitar 1/2 hektar. dengan keterbatasan teknologi hampir semua dilakukan secara manual (faktor lahan gambut). rasa capek luar biasa mulai dari proses pembibitan, pemeliharaan, panen, dan hingga menjadi beras.
kesulitan utama saya waktu itu adalah pupuk dan insektisida dimana saya tidak tahu persis pupuk apa yang sesuai lahan dan insektesida apa yang sesuai, sehingga hama tidak terbasmi dengan maksimal. kemudian setelah panen dihitung-hitung dangan segala biaya yang dikeluarkan hampir bisa dikatakan berada dalam posisi impas (gak ada hasil lebih).