Mohon tunggu...
hasran wirayudha
hasran wirayudha Mohon Tunggu... Wiraswasta - welcome to my imagination

orang kecil dengan cita-cita besar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Analisis Cara Mencegah Banjir di Jakarta

9 Januari 2020   09:59 Diperbarui: 9 Januari 2020   10:00 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : liputan6.com

Tanggal 1 Januari 2020, ditengah hiruk pikuk meriahnya perayaan malam pergantian tahun, Jakarta mendapatkan kado pahit berupa musibah banjir yang menenggelamkan sebagian besar wilayahnya, bahkan banyak yang berpendapat kalau banjir itu merupakan banjir terparah yang menimpa Jakarta.

Puluhan bahkan ratusan media baik nasional juga internasional, media cetak juga media online, menjadikan banjir di Jakarta sebagai pilihan topik utama atau headline berita mereka yang kemudian tersebar begitu cepat hingga penjuru Indonesia dan dunia, memunculkan jutaan sindiran hingga cacian kepada sang pemimpin Jakarta gubernur Anies Baswedan.

Mayoritas komentar diberbagai media menyalahkan Anies yang dianggap tidak mampu mengelola Jakarta dengan baik, khususnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan banjir, komentar para netizen bukanlah tidak berdasar tetapi sesuai fakta dilapangan bahwa Anies telah memotong Anggaran pengendalian banjir sebesar Rp 500 M, dan malah lebih mementingkan Anggaran untuk penyelenggaraan ajang balap Formula-E yang menelan Anggaran sebesar Rp 1,6 T.

Belum lagi informasi dari kementrian PUPR yang menyatakan kalau normalisasi kali ciliwung hingga 31 desember 2019  ternyata baru selesai sepanjang 16km dari 33 km yang ditargetkan, sehingga sangat wajar kalau banjir semakin besar.

Publik yang geram pada Anies kemudian mulai mengungkit-ungkit pernyataan Anies waktu kampanye "air hujan itu dimasukkan ke dalam tanah bukan dialirkan ke laut, ini melanggar sunnatullah". Kemudian tidak sedikit pula yang membandingkan pemerintahannya dengan Ahok.

Terlepas siapapun gubernurnya, yang menjadi pertanyaan besar adalah "bisakah banjir Jakarta dicegah?"

Jika kita melihat komentar-komentar netizen tentu banyak yang menawarkan solusi-solusi untuk mencegah banjir seperti pembenahan sistem drainase, tidak buang sampah di kali, dan normalisasi kali.

Semua pendapat itu masuk akal jika kita melihat bagaimana kondisi jakarta khususnya kali dan sungai yang sering dipenuhi sampah rumah tangga hingga mengakibatkan tersumbat dan itu salah satu penyebab banjir.

Namun apakah hanya itu yang bisa mencegah banjir Jakarta? Saya rasa tidak. Sebab banjir berasal dari fenomena alam yang lebih kompleks sehingga pencegahannya juga kompleks, berikut ini saya jabarkan bagaimana melihat akar permasalahan banjir Jakarta.

Penyebab banjir adalah air yang tidak mengalir dengan sempurna ke laut sehingga air menggenangi tempat yang tidak seharusnya seperti pemukiman. Kita harus menganalisis apa penyebab air tidak mengalir kelaut, berikut beberapa kemungkinannya:

a. Penyempitan sungai, mengakibatkan sungai tidak mampu menampung jumlah air yang mengalir sehingga sebagian air mengalir kesamping sungai, kalau ini penyebab utamanya maka langkah tepat adalah melakukan pelebaran sungai.

b. Tersumbatnya aliran sungai, jika sungai tersumbat tentu air tidak akan mengalir lancar menuju laut sehingga air merengsek keluar jalur sungai, langakh tepat adalah dengan membersihkan sungai dari penyumbat.

c. Tingginya permukaan laut, jika tinggi permukaan air laut melebihi permukaan sungai maka dipastikan aliran air akan terhenti dan air akan berkumpul pada titik terendah  sekitarnya. langkah tepat menangani hal ini adalah dengan membuat tanggul anti air yang tingginya melebihi permukaan laut dan sungai kemudian membangun danau buatan untuk menampung sebagian air sungai atau kali.

Untuk mencegah banjir tidak cukup dengan hanya mengandalkan laut sebagai tujuan akhir aliran air, sebab jika permukaan laut sedang tinggi maka aliran air akan tertahan dan akan terlalu berat jika hanya mengandalkan tanggul yang terbatas.

Untuk itu diperlukan jalur lain yaitu dengan memasukkan air ke dalam tanah, itssss jadi ingat yang dikatakan sang gubernur saat kampanye, namun hal itu merupakan hal yang benar sebab selain mencegah banjir juga menjaga agar air tanah selalu tersedia, sehingga saat musim kemarau sumur-sumur warga tidak mengalami kekeringan.

Banyak yang bilang tanah jakarta itu sudah jenuh sehingga tidak mampu lagi menyerap air, namun berdasarkan penelitian, jika musim kemarau sumur-sumur kekeringan itu menandakan bahwa penyimpanan-penyimpanan air dalam tanah tidak terisi maksimal saat musim hujan sehingga cepat habis, artinya tanah bukan tidak bisa menyerap lebih banyak air melainkan ada faktor yang menghambat penyerapan itu sehingga air tidak masuk kedalam melainkan hanya dipermukaan, berikut ini beberapa penyebab yang bisa menghambat penyerapan tanah yaitu:

1. Halaman  beton dan aspal, hampir dipastikan kalau halaman-halaman bangunan di jakarta telah di beton atau di aspal sehingga pembuangan air hujan langsung dialirkan menuju selokan dan bisa dibayangkan ratusan bahkan ribuan bangunan mengalirkan air hujannya keselokan secara bersamaan, sudah pasti akan ikut memenuhi aliran sungai. 

Sekarang saya akan membawa anda untuk ikut membayangkan bagaimana jika seluruh bangunan di jakrta dibangun dengan sistem panggung dimana lantai dasarnya tidak berada didalam atau permukaan tanah, sehingga bangunan itu memiliki kolong yang permukaannya adalah tanah.

Tentu air hujan akan langsung diserap maksimal tanpa harus mengalirkan ke selokan. dan bayangkan jika ribuan bangunan tidak mengalirkan air ke selokan tentu akan sangat berdampak pada permasalahan banjir.

Namun ibarat pepatah mengatakan "nasi sudah menjadi bubur", bangunan sudah berdiri seperti sekarang tidak bisa dirubah menjadi panggung, namun kita tetap bisa berbuat sesuatu agar bisa mengembalikan daya serap air, mungkin langkah ini bakal tidak disukai banyak orang yaitu dengan menghancurkan sebagian halaman beton atau dengan membuat lubang-lubang berdiameter 10 cm dengan kedalaman sampai tanah.

Kemudian masing-masing rumah atau bangunan yang memungkinkan untuk membuat sumur resapan dengan diameter 1 m dan kedalaman antara 5-10 meter, sumur digunakan untuk pembuangan air hujan khususnya dari atap melalui pipa yang dipasang penyaring pada ujungnya sehingga air yang masuk kedalam sumur tidak mengandung sampah atau tanah.

Fungsi sumur resapan memiliki peran yang sangat penting untuk cadangan air bersih pada musim kemarau baik untuk sumur warga juga untuk mikroorganisme yang sangat penting dalam hal kesuburan tanah dan kelembaban tanah.

Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan semoga bermanfaat bagi yang membaca, mohon maaf jika ada kekurangan, dan salam optimis untuk semuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun