Mohon tunggu...
Maljon Shuu
Maljon Shuu Mohon Tunggu... -

I like smile

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cara Tradisional Pengolahan Kopi dari Suku Serawai

7 Juni 2015   02:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bengkulu adalah salah satu propinsi penghasil kopi yang cukup terkenal di Sumatra. Perkebunan kopinya tersebar di beberapa kabupaten seperti di Kabupaten Bengkulu Selatan, Seluma, Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong, Hingga ke Kabupaten Bengkulu Utara. Salah satu perkebunan kopi yang masih eksis hingga saat ini adalah di Kabupaten Kepahiang, hal ini cukup beralasan mengingat Kepahiang masih sangat subur karena merupakan area perbukitan, sehingga kopi dapat tumbuh baik dan menguntungkan, berbeda dengan daerah lain yang sudah banyak mengalami alih fungsi lahan sehingga tanahnya sudah tidak cocok lagi ditumbuhi kopi.

Salah satu kelompok masyarakat yang sudah lama menggantungkan sumber penghasilannya dengan berkebun kopi di Kepahiang adalah sekelompok masyarakat dari suku Serawai. Mereka sudah berkebun kopi selama ± 20 tahun. Sebenarnya selain suku Serawai, ada banyak sekali masyarakat dari berbagai macam suku yang memiliki kebun kopi di sana, seperti dari Jawa, Sunda, Rejang, Besemah, Lembak, dll. Akan tetapi, saya tertarik mengunjungi para petani kopi dari suku Serawai karena mereka terkenal akan kesederhanaannya dan keramahan serta kualitas kopi yang mereka hasilkan.

Saya berkesempatan mengunjungi mereka beberapa tahun yang lalu, saya melihat dan memperhatikan proses pengolahan kopi yang mereka lakukan secara langsung dan dari cerita mereka sendiri. Semua proses mereka lakukan dengan cara yang sangat sederhana, sentuhan teknologi masih sangat minim dan mereka masih sangat bergantung dengan teknologi dari alam, terutama untuk mengelolah hasil panen kopi. Mereka bercerita banyak kepada saya mengenai tahap demi tahap pengolahan kopi, dari proses penanaman hingga proses bagaimana mereka menyajikan dan menikmati secangkir kopi. Prosesnya panjang, melelahkan dan penuh tantangan, tetapi mereka melakukannya secara sederhana sehingga setiap hari mereka selalu diliputi dengan keceriaan.

Menurut mereka, kita baru bisa menikmati hasil buah kopi itu setelah ditanam selama ± 3 tahun, setelah itu kopi bisa di panen setiap satu tahun sekali. Proses pembibitan untuk menanam kopi dilakukan dengan memanen buah kopi dari pohon yang sudah di persiapkan sebelumnya. Buah yang diambil tidak boleh sembarangan, melainkan buah yang benar-benar sudah matang dengan tanda warna merah kehitaman. Setelah di ambil buah tersebut kemudian di belah menjadi dua, lalu direndam dengan air untuk memisahkan biji dari kulitnya. Biji tersebutlah yang nantinya akan dikecambahakan selama beberapa bulan hingga layak untuk ditanam.

Kopi ditanam dengan cara membuat lubang sedalam kurang lebih 50 cm di dalam tanah dengan jarak 1-2 meter antara pohon yang satu dan yang lainnya. Proses perawatan kopi tidaklah terlalu sulit bagi mereka, yang perlu diperhatikan hanyalah rerumputan disekeliling kopi dan tunas-tunas yang tumbuh di selah-selah batang kopi tersebut. Jika seandainya ada pohon kopi yang kena hama, maka mereka akan langsung mengganti tanaman kopi tersebut dengan bibit kopi yang baru. Dulu mereka tidak pernah menggunakan pupuk untuk kopi mereka, tetapi beberapa tahun terakhir mereka mulai menggunakan pupuk karena hasil panen yang kadang-kadang tidak memuaskan.

1432473174371413999
1432473174371413999

Setelah musim panen tiba, mereka akan mempersiapkan segala atribut yang diperlukan. Peralatannya pun sangat sederhana dan tidak merepotkan, yang mereka gunakan hanya berupa parang, keranjang, dan beberapa buah karung. Parang mereka gunakan untuk memotong ranting-ranting dan tunas-tunas kopi yang tidak berguna. Keranjang adalah alat untuk menampung hasil panen kopi dari pohonnya, sedangkan karung merupakan wadah untuk menampung kopi dari keranjang-keranjang mereka. Ketika karung-karung tersebut terisi penuh maka mereka akan mebawanya ke halaman podok tempat mereka tinggal. Kopi tersebut akan diolah ketahap selanjutnya setelah semua buah kopi terkumpul dari pohonnya.

14324722531068483743
14324722531068483743

Buah kopi yang dapat di panen tidak seperti untuk pembibitan, jika buah sudah terasa keras ketika digigit maka itu sudah bisa di panen, biasanya ditandai dengan warna hijau kekuningan hingga merah kehitaman, karena mereka sudah terlatih jadi hal ini bukan masalah bagi mereka. Permasalahan yang sering mereka hadapi dikala musim panen sedang berlangsung adalah pada proses pengeringan kopi karena mereka terkendala dengan cuaca. Hujan terjadi sering tak menentu sehingga membuat proses pengeringan kopi sering terhambat.

14324717621412730667
14324717621412730667

Proses pengeringan kopi yang dilakukan oleh para petani kopi dari suku Serawai ini masih sangat bergantung dari sinar matahari. Buah kopi, yang tadinya telah terkumpul dari pohonnya yang mereka letakkan di halaman podok, kemudian di sebar untuk di keringkan selama beberapa hari hingga warna kulit kopi tersebut berubah menjadi kehitaman. Setelah warnanya nampak kehitaman, lalu kopi tersebut akan dikumpulkan lagi kemudian di tutup dengan plastik atau terpal untuk membusukkan atau memfermentasi kulit kopi menjadi lebih hitam, biasanya kopi akan mereka tutup selama 2-3 hari. Setelah kopi tersebut dipastikan sudah benar-benar hitam, lalu dikeringkan dengan sinar matahari langsung hingga kulitnya mengeras dan kering.

Cara untuk memastikan bahwa kopi yang di jemur tersebut sudah kering sangat sederhana yaitu dengan memanfaatkan alat pendengaran mereka. Jadi, ketika kopi sedang dijemur maka mereka akan mengambil segenggam kopi tersebut kemudian di menggoyang-goyangkannya ke telinga, jika terdengar suara biji kopi yang nyaring sekali maka kopi itu dinyatakan sudah kering, jika masih samar-samar atau belum terdengar sama sekali maka kopi tersebut dinyatakan belum kering dan harus dilanjutkan proses penjemurannya.

Ketika sudah kering, kopi akan langsung ditumbuk menggunakan mesin untuk memisahkan kulitnya dengan biji kopi. Menurut para petani suku Serawai ini, biji kopi yang berkualitas bagus berwarna abu-abu kekuningan dan bentuknya besar dan tanpa cacat apapun. Biji kopi atau mereka sebut sebagai beras kopi yang telah ditumbuk tersebut, bisa langsung di sangrai jika untuk di minum atau bisa langsung di jual. Kebanyakan hasil panen kopi mereka langsung di jual karena inilah yang menjadi sumber pendapatan mereka setiap tahun. Biasanya, para petani kopi dari suku Serawai ini bisa menghasilkan biji kopi yang beragan per masing-masing kepala keluarga, tergantung dari keadaan cuaca dan luas perkebunan kopi yang mereka miliki.

Kunjungan ku kala itu ditutup dengan hidangan kopi hangat yang disediakan secara sederhana juga oleh mereka. Resep umum mereka untuk menyajikan secangkir kopi ialah: 1 sendok makan bubuk kopi ditambah dengan 2 sendok makan gula pasir, lalu dicampur dengan air panas hingga seratus mili, kemudian di aduk lalu siap untuk diminum. Sangat simpel dan menyenangkan bisa menikmati kesegaran kopi alami dari perkebunan kopi yang alami juga ini. saya sangat bersyukur bisa menikmati kesederhanaan dan perjuangan para petani kopi suku Serawai dalam memenuhi kebutuhan dan menjalani kehidupan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun