Mohon tunggu...
Jhonny Sitorus
Jhonny Sitorus Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Seorang biasa yang ingin berbagi hidup dengan orang lain malalui tulisan-tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sayangi Pejalan Kaki

8 Januari 2013   02:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:23 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="" align="aligncenter" width="544" caption="Petugas satpam di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta, membentangkan spanduk bertuliskan "][/caption]

Sejumlah petugas satpam di kawasan Rasuna Episentrum Jakarta, kini mendapat tugas baru. Selain mengamankan wilayahnya dari ancaman aksi kriminalitas ibukota, tapi kini mereka berdiri di pinggir tempat penyeberangan jalan (zebra cross), sambil memegang spanduk bertuliskan ‘Sayangi Pejalan Kaki’.

Ketika traffic light menyala warna merah, seorang petugas satpam itu langsung mengangkat satu tangan ke arah pengendara sambil memberi aba-apa kepada pejalan kaki yang akan menyeberang. Sedangkan dua orang satpam di belakangnya, tersenyum ramah kepada para pejalan kaki yang menyeberang jalan. Aksi simpatik ini berlangsung khususnya di jam sibuk kantor di pagi, siang dan sore hari.

Menurus saya, spanduk bertuliskan ‘Sayangi Pejalan Kaki’ merupakan salah satu cara jitu untuk menarik simpati masyarakat. Harus diakui, ada saja pengendara yang tak sabar ketika mendapati traffic light menyala merah, langsung menerobosnya ada atau tidak ada pejalan kaki yang menyeberang jalan. Perilaku pengendara yang membahayakan ini tentunya mengancam keselamatan pejalan kaki.

Berdasarkan laporan Polri dan Kementerian Perhubungan, dari total 31 ribuan korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas jalan pada 2010, sebanyak 6.593 adalah para pejalan kaki. Ini artinya, sekitar 21,20% korban tewas adalah pejalan kaki. Korban dari kalangan pejalan kaki menempati posisi ketiga terbesar setelah pengendara motor (35,82%) dan pengemudi/penumpang bus (34,66%). Tahun itu, artinya setiap hari rata-rata ada 18 pejalan kaki yang meninggal dunia akibat kecelakaan.

Untuk itu, pejalan kaki memang harus mendapat perlindungan dari pemerintah dan instansi terkait, seperti membangun trotoar dan pedestrian, jembatan penyeberangan orang (JPO), dan membangun traffic light di kawasan publik perkantoran atau tempat tinggal. JPO merupakan solusi untuk mengurangi dampak kemacetan lalu lintas. Sayang sekali, sarana ini masih terbilang minim di Jakarta, khususnya di daerah rawan macet seperti Grogol, Cawang, Pancoran dan Ambasador.

Trotoar atau pedestrian jalan idealnya mampu menjadi wilayah pejalan kaki yang aman dan nyaman. Aman dari ancaman lacu kencang kendaraan yang ugal-ugalan, karena posisinya lebih tinggi dari ban kendaraan. Dan nyaman karena tak ada gangguan dari laju sepeda motor, parkir, pedagang kaki lima dan tentunya rindang oleh pohon. Sudah saatnya, pemerintahan Jokowi-Ahok segera mengembalikan fungsi trotoar di wilayah Jakarta sebagai tempat pejalan kaki.

Akses pejalan kaki pun seharusnya bebas dari segala hambatan, seperti pedagang kaki lima, pedagang asongan, pengamen dan pengemis. Ini dilakukan untuk menjamin kenyaman dan keamanan, karena beberapa kasus terjadi aksi kriminal, yang dilakukan oleh penjahat yang menyamar menjadi pengamen dan pengemis. Terowongan bawah tanah untuk penumpang kereta di Stasiun Senen sebenarnya bisa ditiru oleh pengelola gedung perkantoran di Jakarta.

Bagi saya, sebelum sarana infrastruktur bagi pejalan kaki terealisasi, maka para pejalan kaki yang tak menyeberang jalan di zebra cross dan JPO, tidak boleh dipersalahkan. Kondisi di Jakarta berbeda seperti di kota-kota besar di luar negeri. Di Singapura misalnya, pejalan kaki yang tak menyeberang jalan di JPO atau zebra cross dikenakan pelanggaran hukum. Pernah seorang TKI lugu yang baru sebulan tinggal di apartemen majikannya di Singapura, tewas tertabrak mobil. Sang Pengendara dibebaskan dari tuntutan hukum, karena TKI yang bersalah. Bahkan ia mendapat ganti rugi kendaraannya yang rusak, dari majikan TKI tersebut.

Mudah-mudahan, aksi simpatik para satpam ini bisa ‘ditularkan’ ke banyak orang. Bisa saja dimulai dari sekolah, pasar, terminal, kantor-kantor pemerintah atau mungkin Istana Negara. Kelihatannya sampai saat ini, Istana Negara belum terlihat bersahabat dengan pejalan kaki, karena belum memiliki zebra cross dan JPO.

@jhonnysitorus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun