Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Lese Majeste: Resesi hingga Gaya Hidup Sang Raja, Thailand Kian di Ujung Tanduk

26 September 2020   12:36 Diperbarui: 26 September 2020   19:59 5067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha yang dituntut mundur oleh massa demonstran pro Demokrasi/reformasi. Sumber: Detik

Thailand sedang tidak baik-baik saja terutama ditengah pandemic Covid-19 yang melanda seluruh dunia yang berdampak kepada ekonomi kerajaan Thailand itu sendiri.

Thailand merupakan salah satu negara yang telah resesi setelah ekonomi Thailand terkontraksi sebesar 12,2% pada kuartal kedua.

Kondisi ini merupakan situasi terburuk sejak krisis moneter melanda Asia pada akhir tahun 1990-an.

Aktivitas ekonomi yang memburuk ini salah satunya disebabkan oleh keputusan pemerintah untuk menutup negara Thailand dari perjalanan internasional karena wabah Covid-19.

Pada saat yang sama, situasi sosial dan politik Thailand semakin memanas setelah lebih dari 30.000 mahasiswa turun ke jalan untuk melancarkan kritikannya kepada pemerintahan monarki dan kerajaan Thailand yang selama ini untouchable (tidak bisa diprotes atau disentuh).

Usaha dalam bentuk demonstrasi massal ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2019, sejak penobatan sang Raja Maha Vajiralongkorn yang naik tahta setelah menggantikan ayahnya yang sangat dihormati oleh rakyat Thailand, Raja Bhumibol.

Amarah rakyat semakin menjadi panas setelah salah satu oposisi yang menjadi basis para gerakan aktivis millennial Thailand ini dibubarkan oleh pemerintahan Thailand karena menentang keras pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-Cha.

Partai Masa Depan Maju (Future Forward Thailand) yang dibekukan pada Januari 2020 lalu menentang sejumlah kebijakan dan kejanggalan pemerintahan Thailand yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan konstitusi negara Thailand. Pemerintahan yang berkuasa saat ini juga dianggap otoriter dan didominasi oleh kekuatan militer

Selama 5 tahuh sebelum pemilu diadakan pada tahun 2019 lalu, UU baru dirancang dibawah junta militer sejak Prayuth sukses mengkudeta pemerintahan sejak 2014 lalu dari tangan Yingluck Shinawatra, yang sempat digantikan 15 hari oleh Niwatthamrong Boonsongpaisan dari partai yang sama, Pheu Thai.

Prayuth kemudian terpilih di pemilu 2019 tetapi para demonstran meyakini hasil ini sudah diatur sedemikian rupa agar memenangkan Prayuth sebagai Perdana Menteri Thailand.

Lese Majeste, Pasal Karet tak Mengenal Ampun

Hal krusial yang menjadi perhatian publik Thailand adalah berlakunya UU Lese Majeste atau UU yang melarang penghinan terhadap kerajaan Thailand.

Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi anggota senior kerajaan Thailand dari bahaya ancaman dan penghinaan.

Raja Maha Vajiralongkorn, raja yang jauh dari ekspekstasi rakyat Thailand dengan gaya hidup dan gaya kepemimpinannya yang dinilai sangat buruk. Sumber: wartakepri
Raja Maha Vajiralongkorn, raja yang jauh dari ekspekstasi rakyat Thailand dengan gaya hidup dan gaya kepemimpinannya yang dinilai sangat buruk. Sumber: wartakepri
Berdasarkan pasal 112 hukum pidana Thailand, seseorang yang "merusak nama baik, menghina atau mengancam raja, putera mahkota atau bangsawan" akan dihukum hingg 15 tahun.

Pasal ini tidak diubah sejak pemberlakuan hokum pidana pertama Thailand pada tahun 1908 kecuali saat sanksi dalam pasal pasal Lese Majeste diperkuat pada 1976.

Lese Majeste juga muncul saat konstitusi Thailand diamandemen yang berbunyi," Raja harus ditempatkan di singgasana dalam posisi yang disanjung dan tidak boleh dicemari. Tiada seorangpun boleh menyampaikan tuduhan atau aksi dalam bentuk apapun terhadap raja."

Dalam pasal ini, tidak ada defenisi yang jelas tentang hinaan terhadap kerajaan itu bagaimana dan batasannya sejauh apa.

Pun demikian dengan delik aduan Lese Majeste bisa disampaikan siapa saja dan terhadap siapa saja dan setiap delik aduan harus diselidiki secara formal oleh kepolisian. Para pengkritik kemudian menilai pemaknaan Lese Majeste terlalu luas dan hukumannya terlalu keras.

Di Indonesia, pasal ini bisa disebutkan "pasal karet" karena tidak memiliki batasan yang jelas baik subjek maupun objek pasalnya.

Pasal Lese Majeste sejak diberlakukan sudah memakan berbagai pelanggar. Pada tahun 2007, warga Swiss Oliver Jufer dipenjara selama 10 tahun karena kedapatan mencoret poster Raja Bhuminol.

Tahun 2011, seorang kakek berusia 61 tahun bahkan dihukum 20 tahun penjaran karena mengirim SMS yang diklaim sebagai hujatan kepada Ratu kerajaan Thailand.

Mantan editor majalah Somyot Prueksakasemsuk dihukum 10 tahun penjara pada 2013 lalu karena mencetak artikel yang dinilai menyinggung keluarga kerajaan Thailand.

Lese Majeste bahkan mengawasi aktivitas siapapun di media sosial. Beberapa waktu lalu misalnya seorang pria dihukum 15 tahun penjara karena mengunggah foto anjing kesayangan raja Bhumibol di Facebook dimana pihak pengadilan menilai foto tersebut dibuat menghina sang Raja.

Ada juga seroang petugas kebersihan yang dijerat di pengadilan berdasarkan Lese Majeste hanya karena berkomentar "Oh, Begitu" di kolom komentar Facebook seorang politisi.

Menghina anjing kerajaan bahkan bisa dikenai hukuman penjara 15 tahun di Thailand. Sumber: VoA Indonesia
Menghina anjing kerajaan bahkan bisa dikenai hukuman penjara 15 tahun di Thailand. Sumber: VoA Indonesia
Aparat sangat mudah menangkap dan mempersepsikannya sebagai hujatan. Bahkan menekan tombol "like" pada pesan Facebook bisa dinilai menyinggung Raja Bhumibol akan diseret oleh aparat dengan menggunakan pasal Lese Majeste.

Wah, apparat kerajaan Thailand tentu akan sangat sibuk jika satu persatu media sosial warganya harus ditelusuri setiap hari terkait dengan pasal Lese Majeste.

Kemarahan rakyat semakin memuncak setelah salah satu aktivis atau kritikus pemerintah Thailand yang tinggal di Kamboja tiba-tiba diberitakan hilang pada bulan Juni 2020 yang lalu.

Aktivis tersebut diburu oleh pemerintah Thailand karena tuntutan hukumnya dan diduga telah diculik setelah sebuah rekaman dari kamera CCTV menunjukkan sang aktivis ditangkap dan dibawa dengan mobil SUV hitam yang viral belakangan ini.

Faktor lain yang membuat rakyat Thailand semakin muak adalah gaya hidup raja Thailand, Raja Maha Vajiralongkorn yang dikenal dengan gaya hidup hedon, doyan perempuan, berfoya-foya dan jauh dari sikap bijak seorang raja yang ditunjukkan oleh sang ayahnya sebelumnya, Raja Bhumibol.

Hal ini sebenarnya sudah diprediksi oleh rakyat Thailand, bahwa tampuk kerajaan akan diwariskan kepada sang putera mahkota Raja Maha Vajiralongkorn yang pada masa mudanya sangat jauh dari cerminan seorang pemimpin karena gaya hidupnya.

Rakyat Thailand sejak dulu sudah pesimis, jika penerus pucuk pimpinan kerajaan tidak akan bisa melebihi apa yang telah dilakukan oleh ayahnya.

Bahkan, sang raja sudah menikah 4 kali serta beberapa selir diangkut saat bepergian liburan ke luar negeri.

Raja Maha Vajiralongkorn bahkan lebih sering menghabiskan waktunya di Eropa ketimbang bersama rakyatnya sendiri di Thailand.

Sang Raja bahkan terkesan "cuek" saat ekonomi Thailand resmi jatuh ke genggaman resesi seiring dengan kebijakan lockdown untuk menangani pandemic Covid-19 yang semakin merajalela.

Resesi Ekonomi

Lockdown yang diterapkan oleh Thailand membuat aktivitas ekonomi mengalami shock yang besar. Sumber: thestar.com
Lockdown yang diterapkan oleh Thailand membuat aktivitas ekonomi mengalami shock yang besar. Sumber: thestar.com

Pada kuartal II tahun 2020, ekonomi Thailand terpukul menjurang hingga -12,2%, lebih dua kali lipat lebih buruk jika dibandingkan dengan Indonesia sebesar -5,32%.

Ekonomi Thailand juga sudah jatuh di angka minus pada kuartal I yaitu -2% sehingga dengan demikian Thailand sah masuk kedalam resesi bersama dengan beberapa negara lain seperti Singapura, Malaysia, Filiphina, Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lainnya.

Ini merupakan resesi yang pertama di negara Thailand sejak terakhir kali mengalami resesi pada taun 2009 yang lalu.

Keseluruhan, pemerintah Thailand juga memprediksi ekonomi Thailand sepanjang tahun 2020 bakal berada di angka minus yaitu -7,3 % hingga -7,8%. Ini lebih parah dari proyeksi sebelumnya yang diprediksi mencapai -5 hingga -6% saja.

Situasi ini juga tergantung dengan penanganan Pandemi Covid-19 di Thailand, regional dan internasional. Jika lebih buruk dari perkiraan, maka prediksi -7,8% bahkan bisa terlampaui angkanya.

Seperti kita tahu, Thailand merupakan salah satu negara yang langsung menerapkan lockdown pada bulan Maret 2020 lalu sehingga membuat aktivitas perekonomian mengalami shock yang besar-besaran.

Walau terbilang efektif mengambat transmisi lokal atau penyebaran Covid-19 antar warga lokal, tetapi ada resiko berat yang harus ditanggung yaitu perekonomian yang berdampak buruk.

Satu sisi Thailand berhasil menyelamatkan kesehatan warganya, tetapi satu sisi Thailand menjerumuskan negaranya ke jurang krisis ekonomi.

Kebijakan lockdown membuat jurang kesenjangan ekonomi semakin menganga karena tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mengakibatkan tingkat penangguran semakin tinggi.

Tingkat pengangguran yang semakin tinggi mengakibatkan lesunya daya beli yang berakibat pada menurunya tingkat konsumsi rumah tangga sehingga membuat Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Thailand selalu mengalami penurunan dari kuartal ke kuartal.

Situasi yang sangat kompleks ini dalam suatu momentum menghadirkan beragam tuntutan dari rakyat Thailand. Secara politis, rakyat Thailand menginginkan agar Perdana Menteri Prayuth Chan-o-Cha mundur dari jabatannya.

Rakyat kemudian mendesak agar diterapkan konstitusi yang baru oleh Thailand agar segera bisa menggelar pemilu untuk merombak parlemen yang saat ini tidak dipercaya oleh rakyat lagi.

Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha yang dituntut mundur oleh massa demonstran pro Demokrasi/reformasi. Sumber: Detik
Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha yang dituntut mundur oleh massa demonstran pro Demokrasi/reformasi. Sumber: Detik
Khusus untuk kerajaan itu sendiri, para demonstran menuntut agar dilakukan reformasi monarki dimana agar bentuk negara Thailand diubah menjadi Republik.

Meski demikian, mereka tetap mengakui adanya kerajaan dan kekuasaan kerajaan tetapi rakyat ingin kekuasaan monarki Raja Maha Vajiralongkorn dikurangi.

Para demonstran juga menginginkan pemotongan anggaran kerajaan, penghapusan pasal Lese Majeste, pemisahan properti kerajaan dan kekayaan pribadi raja, raja bertanggungjawab kepada parlemen.

Massa pengunjuk rasa bahkan mengancam jika tuntutan ini tidak diterima maka para demonstran akan melakukan aksi mogok massal dengan jumlah yang lebih banyak lagi pada Oktober 2020 nanti.

Tentu menarik untuk dinantikan, multidinamika yang sedang bergejolak di Thailand sangat bergantung pada respon pemerintahan Thailand.

Satu sisi Thailand tidak ingin ada kluster baru Covid-19 berkembang, satu sisi Thailand musti mempertimbangkan tuntutan yang bakal merubah hampir seluruh dinamika tatanan pemerintahan dan politik dan kerajaan Thailand.

Pilihan ini membuat Thailand di ujung tanduk. Mungkin jika sang Raja Maha Vajiralongkorn bisa diterima oleh hati masyarakat Thailand layaknya sang ayah Raja Bhumibol yang sangat dicintai dan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-Cha yang tidak anti kritik, tidak otoriter dan serba militer, besar kemungkinan situasi genting ini tidak akan terjadi mengingat sedang berada dalam kondisi Pandemi Covid-19.

Tetapi kembali kepada hati nurani rakyat itu sendiri, jika kebebasan untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat sudah dikekang, maka reformasi adalah jalan keluar dengan cara apapun.

Semoga tidak sampai terjadi pertumpahan darah, jika harus berganti sistem pemerintahan maupun mempertahankan sistem yang sudah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun