Badan Pusat Statistik (BPS) telah resmi mengumumkan tingkat inflasi Indonesia sepanjang bulan Agustus 2020.Â
Seperti perkiraan sebelumnya, Indonesia masih akan berkutat pada angka inflasi negatif (deflasi) setelah pada bulan Juli 2020 Indonesia mencatatkan angka deflasi pada nilai 0.10%.Â
Meski tercatat mengalami perbaikan, tetapi Deflasi Agustus sebesar 0,05% semakin menambah sinyal resesi itu semakin nyata akan melanda Indonesia.
Setelah negara Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, Jepang, Korea Selatan hingga Filiphina dinyatakan resesi pada bulan lalu, kini Australia resmi menyusul jurang resesi setelah ekonominya terkontraksi 7% di quartal II tahun 2020.Â
Indonesia nampaknya musti mengencangkan sabuk pengaman dengan memaksimalkan berbagai stimulus fiskal untuk mendukung daya beli dan konsumsi rumah tangga.
Deflasi yang tercatat 0.05% di bulan Agustus 2015 merupakan yang pertama sejak tahun 2011 tepatnya bulan Maret-April 2011. Secara tahunan (year on year) YoY, inflasi kita tercatat 1,32% atau terendah sejak Mei 2000.Â
Inflasi inti tercatat 2,03 YoY menjadi inflasi inti terendah sejak 2009. Ini menimbulkan kekhawatiran karena deflasi kali ini menggambarkan melemahnya daya beli akibat Pandemi Covid-19.
Penyumbang utama deflasi berasal dari komditas daging ayam ras sebesar -0,05% month-to-month (mtm), bawang merah sebesar -0,03% mtm, cabai merah dan telur ayam ras masing-masing menyumbang sebesar -0,02% mtm.Â
Komoditas lain juga menyumbang sebesar -0,01% seperti cabai rawit, jeruk dan emas. Sementara penyumbang inflasi ada pada bawang putih dan minyak goring sebesar 0,01 % mtm.
Secara umum, deflasi terjadi karena penurunan daya beli berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat, yang selama ini menjadi penopang kuat pertumbuhan ekonomi Indonesia.Â
Rendahnya tingkat konsumsi ini berpengaruh besar pada penurunan harga di sejumlah sektor vital. Dari sisi permintaan, produsen mengalami tekanan dan ketidakpastian jangka pendek maupun jangka panjang sehingga tidak berani menaikkan harga jual barangnya.