Indonesia merupakan negara yang revolusi digitalnya bergulir dengan cepat, terbukti tren berbasis digital menjadi gaya hidup di dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.Â
Di Indonesia pula tumbuh 5 start-up unicorn dari 11 yang berada di Asia Tenggara. Faktor ini tentu karena bonus demografinya yang sangat tinggi.Â
Indonesia dikaruniakan 260 juta lebih jumlah pendudukan sehingga tingkat konsumsinya terhadap teknologi akan berbanding lurus (semakin tinggi) juga.
Dunia start-up Indonesia akan semakin bertumbuh karena respon positif pasar yang semakin terbuka terutama terhadap UMKM.Â
Diprediksi, pada tahun 2025, potensi ekonomi digital Indonesia akan tumbuh sebesar 4 kali lipat dengan nilai mencapai USD 240 miliar, sebuah nilai yang sangat fantastis.Â
Ingat, nilai transaksi Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) pada tanggal 12 Desember saja sudah mampu menghasilkan perputaran transaksi sebesar Rp 90 triliun selama periode event tersebut.
Potensi yang sangat besar ini jelas merupakan daya tarik bagi para pelaku sektor ekonomi digital.Â
Indonesia tak melulu soal sumber daya alamnya yang sangat kaya, tetapi juga dengan jumlah penduduknya yang menjadi pasar yang sangat potensial baik sebagai konsumen, produsen dan distributornya.Â
Produk digital menjadi primadona utama, baik dalam hal software maupun hardwarenya.
Untuk menghadapi era digital ini, diperlukan upaya dan strategi agar tidak terlewatkan peluang yang telah dihadapkan di depan mata kita.Â
Era digital selalu menghadirkan segala sesuatu berbau inovatif, cepat dan berbiaya murah, memerlukan integrasi data, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, penawaran terhadap kemudahan dan pengalaman baru serta peningkatan konsumsi karena berbagai kemudahan tersebut.
Dibalik kemudahan tersebut, ada berbagai tantangan yang dihadapkan kepada kita seperti risiko kehilangan pekerjaan terutama yang bersifat konvensional.
Menurut pemerintah akan kehilangan sebanyak 23 juta pekerjaan tetapi pada sisi yang lain sejalan dengan itu akan memunculkan 27-46 juta pekerjaan dengan skill yang baru dan berbeda tentunya.
Tantangan yang tak kalah menarik adalah soal potensi ketimpangan terutama bagi yang tidak siap untuk beradaptasi, pergeseran pendidikan ke arah non-formal, sektor jasa yang lebih berkembang dari industri manufaktur, serta yang tidak memiliki capital berpotensi membutuhkan pembiayaan yang dapat mengarah ke utang baru.
Strategi utama untuk menghadapi berbagai persoalan diatas adalah meningkatkan kapasitas infrastruktur TIK dan saran pendukung lainnya, meningkatkan kemampuan dan inovasi serta meningkatkan kapasitas SDM.
Peningkatan sumber daya manusia yang siap untuk beradaptasi dengan era disrupsi digital, salah satunya adalah pengembangan SDM melalui pendidikan vokasi.
Fokus pada Pelatihan Vokasi
Transformasi digital melalui berbagai revolusi yang sangat cepat padahal membutuhkan tenaga terampil dan terdidik yang sesuai dengan perkembangan zaman itu sendiri.Â
Sementara lembaga kependidikan masih belum melakukan berbagai transformasi terhadap produk kependidikan mereka sehingga menghasilkan output yang tidak siap terhadap dunia kerja.
Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) telah menyelenggarakan pelatihan berbasis digital (Blended) dengan memudahkan akses terhadap pendidikan atau pelatihan vokasi serta platform untuk meningkatkan kompetensi secara mudah dan murah.
Dalam penyelenggaraannya, pemerintah membuat dengan cara efisien, efisiensi anggaran pelatihan, masifikasi target pelatihan, aksesibilitas terhadap pelatihan serta meningkatkan employability angkatan kerja melalui pelatihan vokasi.Â
Blended training ini menjamin kualitas lulusan pelatihan vokasi serta kompetensi para lulusannya sesuai dengan kebutuhan industri sehingga saat mereka selesai mengikuti pelatihan vokasi, mereka sudah siap dengan matang terhadap kebutuhan industri.
Blended Training ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara online maupun offline.Â
Pelatihan dengan cara online meliputi mempelajari materi secara online, tatap muka online secara terjadwal dan teratur serta assessment dan kuis yang diberikan assessor.Â
Sedangkan pelatihan secara offline, pelatihan dilakukan dengan melibatkan para instruktur dengan calon lulusan secara face to face, on the job training, assessment ditambah dengan sertifikat pelatihan serta diberikan uji kompetensi dengan sertifikat kompetensi bagi yang telah berhasil.
Dengan pelatihan vokasi, industri bisa mendapat tenaga kerja terampil sesuai kebutuhan pada masing-masing sektor dan potensi daerah.Â
Pemerintah akan berupaya melakukan pelatihan vokasi melalui Balai Latihan Kerja (BLK) dengan para pelaku industri daerah, pengusaha, pemerintah daerah dan training center milik perusahaan.
Saat ini, terdapat 305 BLK di seluruh Indonesia dengan FKLPI di 60 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, forum ini telah melatih dan menempatkan sekitar 10.000 tenaga kerja dari berbagai sektor industri.Â
Sementara itu, hasil rapat koordinasi nasional FKLPI di Bali adalah, tahun 2020 akan dibentuk 60 FKLPI baru dengan target penyelenggaraan pelatihan dua kali lipat dari tahun 2019 atau masfikasi.
Proses yang dilakukan dengan cara masifikasi pelatihan di BLK melalui program triple skilling, yaitu skilling, up-skilling, re-skilling. Skilling untuk angkatan kerja yang ingin mendapatkan skil.Â
Up-skilling untuk pekerja yang ingin meningkatkan skil, re-skilling untuk pekerja yang ingin mendapatkan keterampilan baru.
Dengan pelatihan vokasi ini, maka para para tenaga kerja akan siap menghadapi transformasi digital dan siap menghadapi dunia kerja dan lapangan kerja siap menyerap para tenaga kerja terlatih dan terdidik sesuai kompetensi dan keahlian masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H