Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sertifikasi Perkawinan untuk SDM Indonesia Unggul

27 November 2019   21:17 Diperbarui: 27 November 2019   21:30 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara makro, hal ini sangat berdampak buruk bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia, sebab mereka yang mengalami perceraian ini mayoritas golongan ekonomi menengah kebawah.

Faktor ketidaksiapan mental ini juga berpengaruh besar terhadap psikis suami atau istri dalam menjalankan komitmen berumah tangga, terutama mendidik anak. Jika secara psikologis tidak siap, maka akan rentan dengan upaya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Menurut data Kementerian Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan (KPPPA) sebanyak 1.220 pelaku kekerasan keluarga adalah orang tua dan 2.825 pelaku lainnya adalah suami/istri.

Yang lebih menyedihkan lagi menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepanjang tahun 2017 sedikitnya 393 anak mengalami kekerasan seksual dalam rumah tangga.

Pelaku kekerasan ini kerap mememandang isteri/anak sebagai objek, bukan subjek sehingga kesalahpahaman tersebut menimbulkan tindakan kekerasan dari orang tua kepada anak maupun suami kepada isteri mudah di ringan tangankan bahkan banyak yang memaklumi, padahal hal tersebut berpengaruh besar terhadap masa depan sang anak.

Pemerintah memfasilitasi warga untuk melaksanakan pernikahan meski juga masih cukup banyak perkawinan secara adat. Lewat UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan setidaknya negara membantu proses warga untuk membina keluarga.

Perubahan norma dalam batas umur pernikahan bagi pria dan wanita yang akhirnya disamakan menjadi 19 tahun menjadi sebuah kesadaran bersama bahwa kondisi kesiapan psikologi dan kesehatan pasangan juga penting sebelum memasuki gerbang perkawinan.

Dari sinilah pemerintah juga ingin memaksimalkan bimbingan perkawinan bagi para pasangan yang ingin menikah.

Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dan Kementerian Agama tengah menggodok rencana program sertifikasi perkawinan. Program sertifikasi perkawinan tersebut nantinya akan menjadi salah satu syarat pernikahan bagi para pasangan yang akan menikah. Mereka akan diberikan bimbingan perkawinan secara komplet mulai mewujudkan keluarga sehat dan bahagia serta cara mengatasi konflik keluarga.

Dengan program sertifikasi perkawinan ini, harapan untuk mencapai SDM unggul bukanlah mimpi semata sebab SDM yang unggul dimulai dari organisasi terkecil, yaitu keluarga. Jika keluarganya sudah berkualitas, maka berkualitaslah negara tersebut. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun