RCEP merupakan kesempatan besar dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Kemitraan ekonomi ini yang melibatkan negara-negara yang potensial sebagai tujuan ekspor kita akan mampu mendongkrak ekspor Indonesia hingga 11 % dalam 5 tahun pertama. Jika didukung oleh investasi asing yang masuk, maka Indonesia akan mampu mendongkrak lagi ke angka 18-22% pada 5 tahun berikutnya.
Kondisi perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok yang belum mereda sebenarnya adalah sebuah peluang positif bagi Indonesia. Komponen yang tak bisa didapatkan oleh AS lagi dari Tiongkok bisa kita manfaatkan dengan mengekspor barang yang dicekal oleh AS dari Tiongkok, demikian juga ke negara Tiongkok bisa dimanfaatkan. Barang atau jasa yang tidak lagi didapatkan dari AS dapat kita ekspor untuk membantu pertumbuhan perekonomian kita.
Jalan Terus Tanpa India?
Tidak ingin tertahan atas sikap India, sebanyak 15 negara peserta RCEP yang terdiri dari 10 negara Asean (Association of Southeast Asian Nations) beserta lima mitranya yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, menyepakati negosiasi berbasis teks (text-based negotiations) yang memuat pokok-pokok pengaturan serta hak dan kewajiban dalam RCEP.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-3 RCEP di Thailand, awal November lalu, dan mencakup 20 bab perundingan, kecuali isu akses pasar dan kajian hukum (legal scrubbing) yang masih harus diselesaikan seluruh negara yang terlibat sebelum target penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan pada 2020. Sementara itu, dalam pernyataan bersama yang dirilis para pemimpin negara RCEP disebutkan bahwa India memiliki masalah luar biasa yang signifikan yang masih belum terselesaikan.
Padahal, jika India berpartisipasi aktif dan sepakat terhadap RCEP, maka kerjasama ini akan mencakup 47,7% dari total populasi dunia atau hampir setengah penduduk di muka bumi. Jika tanpa India, maka perdagangan bebas ini hanya akan mencakup 29,6% saja dari populasi dunia. Ingat, India sendiri memiliki jumlah populasi sebesar 1,3 Miliar penduduknya. Dari sisi PDB, 16 negara RCEP akan menyumbang 32,2% PDB dunia, sedangkan jika tidak berbagung, maka RCEP hanya bisa terakumulasi hingga 15,29% dari total PDB global.
Bagi Indonesia, ketidakpastian negara India menimbulkan dilema terutama soal CPO Indonesia. Indonesia berharap banyak kepada India sebagai negara tujuan ekspor CPO apalagi Uni Eropa melakukan pembatasan penggunaan dan impr terhadap CPO Indonesia mulai 2021 hingga benar-benar tidak di impor atau digunakan lagi pada tahun 2030. Artinya, India yang tadinya sebagai negara alternatif ekspor CPO harus bekerja sama dengan jalur bilateral saja. Padahal, RCEP sangat menguntungkan bagi Indonesia terutama soal bebas tarif bagi sesama anggota untuk komoditas yang ditetapkan.
Bagi India, kebijakan ini sebenarnya jawaban atas kekhawatiran atas penghapusan tarif meski secara bertahap, hal ini akan berpeluang besar membuka pasar domestik negara tersebut terhadap banjirnya barang-barang murah dari Tiongkok dan negara lain serta hasil pertanian dari Australia dan Selandia Baru yang bisa membahayakan produsen lokal India. Sisi lain, India akan mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya ke luar negeri karena tidak bisa menikmati dan memanfaatkan fasilitas bebas tarif bea ekspor ke negara lain.
Meski demikian, dengan ada atau tidak adanya India, para pemimpin negara anggota RCEP optimis akan tetap memantapkan langkah agar bisa saling melakukan upaya yang saling menguntungkan dalam satu kawasan yang sangat strategis ini. 15 Negara ini sebenarnya sudah menjadi sebuah kekuatan ekonomi raksasa juga karena memegang lebih dari seperempat aktivitas dan nilai perekonomian dunia.Â
Indonesia sebagai negara berkembang dengan sejumlah potensinya, jika mampu memanfaatkan peluang besar Investasi dari RCEP, maka bukan hal yang mustahil Indonesia benar-benar akan menjadi raksasa ekonomi dunia bersama AS, Tiongkok dan India pada beberapa tahun yang akan datang.Â