Berbagai negara telah mengalami resesi ekonomi. Turki misalnya, meski termasuk sebagai salah satu anggota G-20, Turki akhirnya masuk jurang resesi setelah pertumbuhan ekonomi Turki mengalami kontraksi atau -1,5% year of year (yoy) pada kuartal II tahun 2019. Pada kuartal I, ekonomi Turki bahkan mengerikan, tumbuh sebesar -2,4%.
Turunnya nilai Lira (mata uang Turki) sebesar 30% pada tahun lalu kemudian faktor permintaan domestik yang menurun menjadi faktor utama penyebab resesi ekonomi Turki. Krisis mata uang tersebut membuat berbagai investasi asing dicabut dari Turki. Bank di Turki jua memangkas suku bunganya menjadi 20%.
Argentina juga terancam resesi. Kampungnya Lionel Messi ini mengalami kejatuhan nilai mata uang Peso 25% selama bulan Agustus 2019. Faktor lain yang sangat mempengaruhi adalah kekeringan yang sedang melanda Argentina. Argentina merupakan negara yang sangat mengandalkan pertanian. Ekonomi Argentina bahkan tercatat terperosok ke angka -6,7% per Juli 2019.
Kondisi pertumbuhan yang minus ini membuat Argentina menaikkan suku bunganya demi mengendalikan inflasi yang meningkat tajam. Inflasi terbaru Argentina menyentuh angka 30% atau salah satu yang tertinggi di dunia. Faktor defisit keuangan yang ditengarai oleh defisit perdagangan menjadi faktor berikutnya yang memperburuk ekonomi Argentina.
Singapura juga diprediksi akan memasuki badai resesi. Di kuartal kedua tahun ini, pertumbuhan Singapura tertekan hingga 3,3% jika dibandingkan dengan pertumbuhan di kuartal pertama 2019 sebesar 3,8%. Angka ini merupakan yang paling buruk selama tujuh tahun terakhir. Ekonomi Singapura hanya tumbuh 0,0-1,0% dari proyeksi sebelumnya 1,5%-2,5%. Jika pertumbuhan ekonomi Singapura pada kuartal ke-3 masih negatif ,maka dipastikan Singapura memasuki masa resesi. Sesuai angka dari kuartal kedua, Singapura sepertinya akan terperosok ke jurang resesi karena tren pertumbuhan ekonominya yang semakin melambat.
Negara dengan PDB terbesar di Eropa, Jerman juga sedang diguncang oleh badai resesi. Pada kuartal pertama 2019, ekonomi Jerman tumbuh 2,8% sedangkan pada kuartal kedua hanya tumbuh 2,1%. Perselisihan dagang antara AS dan Jerman serta masalah Brexit masih menjadi penentu utama menurunnya ekonomi Jerman.
Nilai minus di berbagai sektor manufaktur terjadi, kontrak untuk barang muatan Jerman misalnya, pertumbuhannya menjadi -2,7%, padahal pada bulan Juni masih menyentuh angka 2,7%. Data menunjukkan, pesanan dari negara-negara non-Eropa anjlok hampir 7% pada bulan itu sementara permintaan dari negara-negara zona Eropa dan pemesanan domestik naik sedikit. Tanpa efek mendistorsi pesanan massal, pesanan industri naik 0,5% pada bulan Juli.
Inggris juga tak ketinggalan. Akibat kegagalan Brexit, Inggris bisa mengalami resesi karena ekonomi Inggris menyusut di kuartal kedua. Pada kuartal I, ekonomi Inggris tumbuh 0,5%, tetapi pada kuartal II ekonomi inggris pertumbuhannya menjadi 0,2%. Sementara itu, Italia, Brasil, Meksiko dan Hong Kong juga diprediksi akan memasuki resesi karena kondisi ekonomi global. Padahal, negara-negara tersebut diatas mayoritas anggota G-20.
Realita Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2019 mencapai 5,07%, lebih baik dibanding kuartal I 2018 yoy sebesar 5,06%. Tetapi, pertumbuhan ekonomi kuartal II menurun menjadi sebesar 5,05% atau lebih buruk dibanding kuartal II tahun 2018 yoy sebesar 5,27%.