Nilai ekspor sepanjang tahun 2018 sebesar 180,06 Miliar Dolar AS sedangkan nilai Impor Indonesia mencapai 188,63 Miliar Dolar AS. Dibandingkan dengan tahun 2017, ekspor negara Indonesia hanya tumbuh sebesar 6,65% sedangkan impornya tumbuh jauh sebesar 20,15%.Â
Jika tahun 2018 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan secara keseluruhan sebesar 8,57 Miliar Dolar AS, maka bukan tidak mungkin neraca perdagangan tahun 2019 dan 2020 akan mengalami defisit yang lebih besar lagi karena tred defisit neraca perdagangan kita semakin besar alias per tahun 2018 merupakan yang terburuk sejak 1975.Â
Gejolak perekonomian yang  tidak pasti, hampir dimungkinkan nilai pertumbuhan ekspor Indonesia tahun 2020 tidak akan mampu mencapai angka 6,65% seperti tahun 2018 sementara tingkat impor biasanya tidak akan pernah menurun, tetap akan naik sejalan dengan mengingkatnya kebutuhan dalam negeri.
Jika defisit semakin naik, maka nilai Rupiah akan semakin melemah terhadap Dolar AS karena kita lebih banyak melakukan transaksi Dolar dari negara lain dibandingkan dengan memutar nilai rupiah.Â
Berdasarkan simulasi ReforMiner, setiap inflasi sebesar 1 Miliar Dolar AS, maka nilai rupiah akan melemah senilai Rp 455,00. Hal yang wajar mengapa Dolar tetap berada di atas Rp 14.000,00 dengan kondisi defisit neraca perdagangan kita lebih dari 8 Miliar Dolar AS.
Stagnasi Harga Komoditas
Per tahun 2018, ekspor CPO Indonesia meningkat 8% ( 34,71 juta ton) dari tahun sebelumnya sebesar 32,18 juta ton. Khusus Uni Eropa, Indonesia memasok sebesar 4,7 juta ton atau total 14% dari ekspor keseluruhan. Isu tidak ramah lingkungan, deforestasi (pembalakan hutan secara liar) dan tidak bisa digunakan sebagai biodiesel menjadi alasan utama Uni Eropa untuk mengurangi bahkan menutup impor CPO Indonesia.
Meski kebijakan tersebut mulai akan diberlakukan tahun 2024, secara psikologis akan berpengaruh kepada petani sawit Indonesia secara nasional dan dipastikan Uni Eropa tidak akan menaikkan permintaan jumlah CPO dari Indonesia.Â
Pun demikian dengan Batubara, dengan berbagai faktor ekonomi dunia dan perang dangan AS dengan Tiongkok, pada negara tertentu seperti Tiongkok permintaan akan batubara bisa berkurang. Padahal, Tiongkok mengimpor 44,8 juta ton batu bara pada tahun 2018 kedua terbanyak setelah India sebesar 99,14 juta ton.