Perang Dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok tampaknya tidak akan pernah menemukan titik reda. Sejak Trump menabuh genderang perang pada 22 Maret 2018 dengan mengenakan USD 50 Miliar Dolar untuk barang Tiongkok sesuai dengan pasal 301 UU AS tentang perdagangan dengan tuduhan adanya praktik perdagangan tidak adil dan pencurian hak kekayaan intelektual, hingga kini bukannya makin dingin, perang masa kini antar kedua negara semakin panas.
Menurut Trump, pencurian hak kekayaan intelektual telah membuat AS merugi lebih dari USD 300 Miliar pertahun. Tidak mau diam, Tiongkok juga melakukan hal yang sama. Xi Jin Ping menerapkan bea masuk untuk lebih dari 128 produk AS yang diimpor terutama kacang kedelai sebagai komoditas utama AS ke Tiongkok.Â
Kini, babak baru hubungan dagang AS dengan Tiongkok dari perang dagang (trade war) berubah menjadi perang teknologi (tech war). Gara-gara ulah Donald Trump ini, saham berbagai perusahaan teknologi di Eropa dan AS melemah. Langkah yang dilakukan oleh Trump merupakan langkah yang lebih spesifik karena sebelumnya Trump hanya menaikkan tarif bea untuk produk Tiongkok yang masuk.
Teknologi Tiongkok yang pada dasawarsa ini terkenal dan beken dengan menjadi sasaran khusus Trump kali ini. Bukan sekadar menaikkan tarif impor, tetapi Trump melarang perusahaan asing untuk berbisnis teknologi di negeri paman Sam tersebut. Sasarannya tentu Huawei, perusahaan asal Tiongkok yang saat ini merupakan perusahaan pemasok perangkat telekomunikasi dan jaringan terbesar di China dan Dunia.Â
Kekhawatiran Trump agaknya bisa dimaklumi karena pesatnya perkembangan teknologi Huawei tidak bisa disaingi oleh perkembangan teknologi komunikasi dalam negeri AS.Â
Kebijakan tersebut dituangkan dengan dalih "National Security" atau kemanan nasional melalui executive order yang merupakan haknya sebagai presiden AS. Pada saat yang sama, Trump juga membuat kebijakan dengan melarang perusahaan AS membeli dan menjual teknologi asing tanpa izin dari pemerintah.
Kecurigaan Sabotase
Pemerintah AS kemudian mengeluarkan daftar entitas yang masuk dan harus memiliki izin khusus jika perusahaan AS ingin berbisnis dengan perusahaan asing.Â
Untuk Huawei sendiri, perusahaan ini berafiliasi dengan 70 perusahaan raksasa di AS. Andaikata perusahaan AS ingin berbisnis dengan Huawei lagi, harus dibutuhkan izin legal dan resmi dari pemerintah AS.
Sejumlah perusahaan ternama terkena dampak dari executive order ala Donald Trump ini. Google adalah perusahaan pertama dan yang paling berpusing ria dengan kebijakan ini. Yang dilakukan oleh Google adalah memutus akses Huawei ke layanan Google Play dan Google Play Store serta mencabut mencabut lisensi Android.Â