Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Pilpres 2019 Jilid 1, Saat Pengalaman Berbicara

18 Januari 2019   13:21 Diperbarui: 18 Januari 2019   13:33 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres no urut 01, Jokowi - Ma'ruf Amin sedang memaparkan materi debat. sumber : tirto.id

Debat Capres Jilid I di perhelatan kontestasi Pilpres 2019 pada 17 Januari 2019 menghadirkan sejumlah hal menarik yang patut disimak. Layaknya sepakbola, antuasiasme dari pada masyarakat sangat tinggi apalagi yang menjadi calon pilihan sama dengan 2014 lalu, dimana Jokowi bertarung kembali melawan Prabowo. Calon Presiden yang sama dengan karakter yang sama, tentu mayoritas pendukungnya juga sama. 

Meski Jokowi kali ini didampingi oleh sang Kyai NU Ma'ruf Amin dan Prabowo yang diampingi oleh mantan wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Salahuddin Uno aroma pertarungan tetapkan bertemakan Jokowi vs Prabowo. Debat dipandu oleh sosok Legend dalam dunia infotainment, Ira Koesno dan Imam Priyono yang sarat pengalaman untuk memandu berbagai debat dan acara prestisius. 

Sejak debat dimulai, ada hal kontras yang sangat membedakan antara pasangan Jokow -Amin dengan Prabowo- Sandiaga. Jokowi langsung menawarkan visi soal indoneia maju, dimana pasangan nomor urut 01 ini memberikan tawaran soal optimisme masa depan dan Indonesia yang berkeadilan. 

Semakin modern sebuah negara, semakin baik penegakan hukum dan HAMnya. Jokowi selalu menitikberatkan permasalahan dan argumentasinya dari pembangunan kemajuan sebuah negara seperti yang selama ini telah konsisten dilakukannya. 

Berbeda dengan Jokowi, Prabowo terkesan menawarkan pesimisme saat pembukaan debat. Prabowo hanya sekedar menggambarkan bagaimana keprihatinannya terhadap masalah-masalah hukum yang terjadi di Indonesia secara abstrak tanpa memberikan penjelasan lebih dalam secara lebih konkret. Beruntung, ada Sandiaga yang terkesan santai dan elegan dalam menambah setiap kekurangan pernyataan Prabowo sehingga mengurangi inefesiensi dalam berargumen tentang tema yang diberikan terlebih dahulu.

Pada sesi berikutnya, Jokowi kemudian menambahkan soal tingkat korupsi yang semakin menurun karena birokrasi yang semakin efesien (sesuai dengan yang ditawarkan oleh Sandiaga sebelumnya). 

Pentingnya harmonisasi regulasi dengan menggabungkan fungsi legislasi disemua badan seperti kementerian, kepolisian, serta badan terkait lainnya yang dikontrol langsung oleh Presiden secara satu pintu. Demikian juga dengan pembuatan Perda, Jokowi menekankan agar perda wajib dikonsultasikan ke pusat terlebih dahulu sehingga tercapai kesesuaian perintah dan arahan presiden secara langsung. 

Saat Prabowo menyinggung soal penegakan hukum yang tebang pilih dan berkeadilan, Jokowi memberikan jawaban yang tegas bahwa penegakan hukum yang berkeadilan bukanlah merupakan pelanggaran HAM. Penegakan hukum yang berkeadilan justru merupakan upaya dalam melakukan perlindungan HAM dengan syarat harus sesuai dengan berbagai prosedur-prosedur hukum yang dilakukan. 

Terbukti selama era pemerintahan Jokowi, Presiden asal Solo tersebut tidak pernah mengintervensi hukum. Jokowi sepenuhnya memberikan wewenang kepada seluruh pihak terkait seperti Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan tugasnya. 

Tak mau terlihat santai, Jokowi terlihat agak emosional saat menyinggung kejadian beberapawaktu lalu dimana Prabowo sempat mengadakan Konferensi Pers soal Ratna Sarumpaet yang disinyalir secara yakin dan sah telah digebukin dan menuntut keadilan hukum. Padahal, ratna Sarumpaet pada akhirnya mengakui kebohongan luar biasa yang diciptakannya. 

Jokowi tampaknya sudah terlalu gerah dengan berbagai fitnah yang sengaja dibangun secara massif dan terstruktur oleh kubu Prabowo - Sandiaga. Secara tegas, Jokowi menekankan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Jika ada masalah, semua pihak yang bersangkutan bisa melaporkan ke penegak hukum dan mendapatkan hak yang sama. 

Ma'ruf Amin juga tak tinggal diam. Pada saat berargumen tentang tema Terorisme, Amin langsung memberikan jawaban telak nan klopp. Amin menegaskan bahwa terorisme disebabkan oleh tingkat pemahaman terhadap keagaman yang menyimpang. Hal ini menjadi bantahan kepada prabowo beranggapan bahwa Jokowi kerap mengkambinghitamkan Islam sebagai bagian dari terorisme. Jokowi kemudian menambahkan bahwa negara Indonesia telah menjadi role model dalam pengendalian terorisme.

 Meski kerap dilanda aksi teror, tetapi Indonesia langsung bisa menemukan pelaku secara efektif tanpa berlama-lama seperti apa yang telah dilakukan oleh Amerika Serikat di Timur Tengah sejak era 1990 -an.  Amin kemudian menambahkan jika Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa jika terorisme bukanlah jihad. Orang yang melakukan kerusakan terhadap manusia, lingkungan dan berbagai unsur disekitarnya harus ditindak dengan cara yang tegas. Jokowi - Amin bahkan memberikan terobosan baru soal terorisme, yaitu mensinergikan antara pencegahan dengan penindakan. Artinya, tak hanya soal memberikan hukuman kepada pelaku, tetapi juga memberikan bimbingan kepada para pelaku dan memberikan pembelajaran akhlak kepada seluruh usia didik di Indonesia.

Soal pemberdayaan perempuan, Jokowi secara real memberikan contoh bahwa di Kabinet Kerja masa pemerintahannya, presiden Jokowi menempatkan 9 perempuan untuk menduduki kursi Menteri, pertama kali dalam sejarah kabinet Republik Indonesia. 

Secara langsung, Jokowi menyinggung Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo tidak memiliki perempuan di posisi strategis sehingga menjadi pertanyaan kedepannya, bagaimana mungkin seorang Prabowo memberdayakan perempuan dan memberikan hak yang setara jika dalam internal partai politiknya saja tidak mampu memberdayakan perempuan? ingat, partai politik adalah miniatur dalam bernegara. 

Dalam pemberian jabatan yang sempat ditanyakan oleh Prabowo soal mengapa ada pejabat dari partai Politik? Jokowi menjawab secara tegas, tidak ada masalah seseorang dari partai politik atau independen. 

Syaratnya hanya satu, kandidat tersebut memiliki kapabilitas dan mampu melewati proses rekruitmen dan merit system yang sesuai dengan prosedur sehingga dipastikan tidak ada diskriminasi soal jabatan. Berbeda dengan apa yang terjadi pada saat Orde Baru dimana sangat luar biasa pengaruh hubungan kekeluargaan terhadap penerimaan posisi dalam suatu jabatan tertentu.

Jokowi secara tegas dan percaya diri, dalam penanganan masalah HAM, Korupsi, dan perekrutan pejabat strategis, Jokowi - Maruf berkomitmen bersih dan transparan karena Jokowi - Amin tidak memiliki beban masa lalu yang dipertanyakan. Jokowi adalah figur yang konsisten dengan kebersihannya dari pengaruh masa lalu. 

Jokowi adalah buah dari perjuangan reformasi yang diperjuangkan oleh rakyat pada 1998 lalu. Jokowi tidak memiliki rekam jejak soal pelanggaran HAM, sebagaimana Prabowo yang masih banyak dipertanyakan oleh masyarakat luas soal banyaknya aktivis yang nasibnya tidak jelas hingga saat ini.

Debat tadi malam adalah gambaran betapa pengalaman itu sangat berharga dalam menuntun kita saat berpikir, berkata-kata, berekspresi dan bertindak. Jokowi yang sudah berbuat banyak tinggal menjabarkan apa yang sudah dilakukan sebagai materi pelengkap debat

Berbeda dengan Prabowo yang banyak melakukan "blunder" misalnya soal Jawa Tengah yang lebih besar dari Malaysia, Gaji Gubernur hanya 8 juta, serta menyatakan bahwa Presiden merupakan Chief Law and Enforcement Order merupakan wujud dari betapa kurangnya kompetensi dan pengetahuan terhadap materi debat bahkan terhadap apa yang dikeluarkan dari mulutnya sekalipun. 

Secara umum, Jokowi -Amin memang layak diunggulkan karena mampu memberikan materi dan pemaparan berdasarkan pengalaman dan hasil kerja yang telah banyak dilakukan selama ini. Kedua tokoh ini mampu memberikan tawaran-tawaran menarik dan kebaharuan soal Hukum, Ham, penanganan terorisme, pemberdayaan perempuan dan lain-lain secara rill dan kompleks. 

Prabowo masih sama seperti 2014 lalu, tidak ada tawaran kebaharuan yang membuat publik mendapatkan wawasan yang baru dan pantas untuk diperjuangkan. Publik masih relatif sama seperti 2014 lalu, dimana mereka yang telah memilih Jokowi tetap loyal kepada Jokowi memang karena kinerjanya, sedangkan pemilih Prabowo yang lebih mayoritas didasarkan pada faktor politik identitas, keagamaan, sosial dan faktor ketidaktahuan terhadap siapa yang didukungnya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun