Kualitas Input Tidak Memadai
Tetapi, jika ingin membandingkan lulusan LPTK dengan lulusan IPDN atau STAN mestinya kita perlu selidiki, bagaimana kualitas inputnya. Jika IPDN dan STAN memiliki standar tersendiri dalam menentukan siapa yang berhak dan lolos untuk menjadi mahasiswanya seperti standar kesehatan, fisik, mental, intelijen, kemampuan akademik, dan lain sebagainya. LPTK hingga saat ini tidak memiliki standar yang layak diperitungkan dalam penerimaan mahasiswanya.
Sebagai gambaran, Passing grade program studi di LPTK rata-rata jauh lebih rendah daripada passing grade dari hampir semua prodi universitas non LPTK yang diuji dengan SBMPTN. Passing grade merupakan nilai ambang batas minimal perolehan skor ujian SBMPTN agar diterima diprodi tersebut. Sehingga jika passing grade nya rendah, sudah jelaslah bahwa peminatnya sepi, kualitasnya kurang baik, dan prospek masa depan lulusannya tidak seluas prodi yang passing gradenya tinggi.
Berkaca Ke Finlandia
Passing grade untuk pendidikan keguruan di Finlandia bahkan lebih tinggi dari passing grade masuk ke program studi kedokteran sehingga total yang diterima untuk kuliah di sana hanyalah 5-8% dari total jumlah pelamar untuk memastikan guru yang akan dihasilkan adalah guru yang benar-benar berkompeten dan berkualitas. Lembaga penghasil guru macam LPTK di Finlandia juga sangat dibatasi, hanya ada beberapa universitas saja yang diberikan izin untuk mencetak sarjana pendidikan nantinya.
Lembaga LPTK yang terbatas serta sistem seleksi yang sangat ketat membuat jurusan kependidikan menjadi yang terpopuler di Finlandia. Pun demikian dengan output-nya, pemerintah Finlandia benar-benar langsung menempatkan para lulusan sarjana pendidikan untuk mengajar disekolah sesuai dengan jurusan yang telah dipelajari. Karena sistem seleksi yang super ketat serta output yang berkualitas, pemerintah Finlandia mengganjar mereka dengan gaji yang sangat mahal. Untuk gaji awal saja, seorang guru sudah langsung berhak memperoleh U$ 29.000,00 atau melebihi Rp 320 juta setiap tahunnya. Seleksi yang ketat, hasil yang ketat dengan jaminan kehidupan membuat naluri anak-anak untuk bersaing menjadi sangat tinggi. Para orangtua di Finlandia mayoritas mendambakan anaknya agar menjadi guru karena guru sangat dihormati, taraf hidupnya pasti dijamin baik.
Meskipun sudah diterima menjadi guru bukan berarti guru boleh bersantai selamanya. Guru Finlandia diwajibkan untuk minimal menempuh pendidikan hingga Magister. Kemudian setiap tahun akan diadakan test kompetensi lagi sehingga di balik upaya penilaian dan evaluasi, sehingga ada upaya mempertahankan dan meningkakan kualitas tenaga pendidik di Finlandia.
Belajar dari apa yang dilakukan oleh Finlandia, Kemenristekdikti sudah seharusnya dari dahulu mengadopsi penyaringan guru dengan cara membatasi jumlah LPTK. Membatasi jumlah LPTK merupakan langkah awal agar kualitas input sebanding dengan kualitas output di mana para Sarjana Pendidikan (S.Pd) ini nantinya benar-benar bisa diandalkan dalam dunia kependidikan.
Memiliki 421 lembaga LPTK dengan 1.440.000 mahasiswa aktif dengan lulusan 300.000 sarjana pendidikan yang tidak produktif setiap tahunnya adalah sebuah penghianatan tidak sengaja kepada salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 yang berisi "Mencerdaskan kehidupan bangsa". Bagaimana upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara jika negara mengizinkan sekian banyak LPTK yang kualitasnya rendah? Bagaimana upaya mencerdaskan kehidupan bangsa jika lulusannya yang berlabel S.Pd ini ternyata lebih doyan melayani nasabah di bank?