Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Risk Management ala Joachim Loew Berbuah Trofi Piala Konfederasi

3 Juli 2017   21:04 Diperbarui: 4 Juli 2017   11:08 2903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joachim Loew (tengah mengangkat trofi) setelah mengalahkan Chile final Piala Konfederasi 2017. sumber : theindianexpress.com

Lalu, apakah dengan memainkan para pemain muda dan bukan pemain inti pada sebuah turnamen akbar merupakan bagian dari sebuah risk management? Ya. Itu adalah bagian dari risk management.Alasan kebugaran pemain dan rotasi pemain adalah alasan Joachim Loew dalam melakukan manajemen pemain dengan dominasi pemain muda di dalam tim senior. Jerman memang dikenal sebagai negara yang sukses dalam sepakbola, baik dalam tim junior, akademi, dan senior.

Seperti defenisi yang diungkapkan oleh Noshowrthy tadi, risk managementmengurangi ancaman dan meminimalisasi setiap kerusakan. Kerusakan yang dimaksud dalam hal ini adalah menghadapi bahaya cedera. Para pemain senior Jerman biasanya rentan dengan bahaya cedera seperti Mesut Ozil, Thomas Muller, Mario Gotze, Marco Reus, dan yang sedang mengalami pemulihan saat ini Manuel Neuer.

Joachim Loew ingin para pemain senior bugar setelah penat sepanjang musim 2016/2017 yang tidak pernah berhenti apalagi ditambah jadwal pertandingan internasional (Kualifikasi piala dunia, kualifikasi Euro, dan persahabatan) ditambah dengan turnamen akbar Euro 2016 lalu di Prancis. Praktis, untuk menjaga stamina para pemain senior yang telah bertarung dalam kurun waktu Juni 2016 hingga Juni 2017, maka keputusan yang sangat tepat diambil oleh Joachim Loew dengan memadukan pemain senior yang masih memiliki jam terbang rendah dengan para pemain muda.

Mengingat turnamen Piala Dunia hanya menunggu 1 tahun lagi, tepatnya tahun 2018 di Rusia, maka istirahat penuh wajib diberikan kepada para pemain senior untuk mempertahankan gelar juara piala dunia. Meskipun mereka harus menghadapi turnamen pramusim untuk klubnya masing-masing, tetapi turnamen pramusim ini masih terlihat sebatas rutinitas untuk menghibur para penggemar karena regulasi pergantian pemain bisa dilakukan lebih dari 5 kali dalam satu pertandingan untuk satu tim.  

Dalam prakteknya, bukan hanya Joachim Loew yang pernah melakukan hal serupa. Arsene Wenger juga pernah melakukan tindakan yang beresiko pada saat Arsenal menghadapi Liverpool di Liga Inggris musim 2016/2017. Wenger sengaja tidak memainkan Alexis Sanchez, Ozil, dan Theo Wallcot untuk disimpan dipertandingan berikutnya, padahal ketiga pemain tersebut sedang on-firedan merupakan pemain kunci bagi Arsenal. Hasilnya menemui kegagalan, Arsenal dibabat 3-1 oleh Piliph Coutinho, Firminho dan Wijnaldum.

Demikian juga klub-klub besar lainnya yang sengaja memainkan para pemain lapis dua dicampur dengan tim junior pada saat berlaga di Piala Liga Inggris atau Capitas One Cup dan FA Cup. Hasilnya, banyak klub-klub besar yang tumbang oleh klub-klub papan bawah, bahkan oleh klub dari divisi 2 dan 3. Ini adalah bagian dari risk managementyang tidak sesuai dengan ekspektasi, meski pada tujuan utamanya tetap untuk menjaga kebugaran pemain inti.

Mungkin jika sebuah klub melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Joachim Loew, jelas sebuah kesenjangan besar. Sebuah klub terbatas dalam memainkan para pemain, maksimal mereka hanya bisa memasukkan akademi jika memang dibutuhkan, atau setidaknya harus menungguu jendela transfer. Joachim Loew bebas memilih siapa saja pesepakbola berkewarganegaraan Jerman untuk bermain di tim nasional. Tidak peduli seberapa sering dia bermain, seberapa besar perannya dan seberapa sering dia mencetak gol, dari klub mana, dan vitalitasnya dalam tim. 

Hanya kreativitas yang bisa dilatih dan diajarkan oleh seorang Loew untuk membawa tim pelapis setara kehebatannya dengan tim inti.

Hasilnya, Trofi Piala Konfederasi diboyong ke negeri Panser. Tak hanya itu, sang kapten dadakan, Julian Draxler juga menyandang pemain terbaik turnamen serta Timo Werner yang menjadi top skorer berkat 3 gol dan 2 assist berhak memperoleh sepatu emas atau golden boot. 2 pemain muda Jerman lainnya juga mencetak tiga gol tanpa asist, yaitu Goretzka dan Stinl berurutan meraih Silver Boot dan Bronze Boot. Semua trofi hampir diborong oleh Jerman, kecuali Kiper terbaik milik Claudio Bravo yang tampil sangat ciamik dengan menggagalkan 3 tendangan lewat adu penalti saat menghadapi Portugal di semi final.

Sekedar tambahan, Jerman juga berhasil menjuarai Euro U-21 yang diselenggarakan di Krakow, Polandia. Jerman mengangkat Trofi bergensi tersebut setelah mengalahkan Spanyol 1-0 di Final lewat gol M Weiser. Jerman patut berbangga dengan sepakbola yang telah lama dibangun dan dijadikan sebagai investasi. Target mempertahankan trofi piala dunia 2018 nanti sepertinya sebagai akan menjadi sebuah target yang realistis mengingat Joachim Loew pasti memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi masalah yang dialami oleh timnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun