Masa kecil saya begitu sulit untuk dilupakan terutama soal masa bermain. Saat itu, segala masalah diselesaikan dengan cara yang jantan (gentle). Jalanan pun menjadi arena untuk menunjukkan seberapa hebat kekuatan kita dibanding teman-teman kita. Biasanya teman yang iseng awalnya memegang telinga kita untuk memancing amarah kita. Sebagai lelaki, reaksi kita tentu merasa tersinggung dan setidaknya memasang wajah serius karena memegang telinga adalah simbol sebuah penghinaan pada masa itu.
Hingga ketingkat yang lebih serius, terjadilah baku pukul meskipun sebenarnya kita belum tentu sanggup mengalahkan lawan kita. Tetapi dengan cara yang seperti itu setidaknya telah menunjukkan bahwa kita memiliki bakat yang jelas soal kejantanan dalam menghadapi masalah dibandingkan dengan lari dari masalah sehingga dicap pengecut atau banci nantinya oleh teman-teman sebaya.
Analogi diatas agaknya cocok menggambarkan kondisi Habib Rizieq secara berbanding terbalik yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian hingga dijadikan buronan. Foto dan identitasnya telah disebar hingga keseluruh polsek di Indonesia. Dari gambaran tersebut, Rizieq berpotensi membawa masalah lebih besar dari seorang teroris professional sekalipun macam Almarhum Amrozi dan Imam Samudera.
Meskipun membandingkan Rizieq dengan Amrozi sangat tidak apple to applekarena Amrozi berani secara jantan menghadap hukum atas konsekuensi perbuatannya, sedangkan Rizieq lari dari masalah, tetapi statusnya sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO)lah yang membuat kedua nama ini sejajar dan diibaratkan sebagai penjahat kelas kakap.
Bukannya menuduh, tetapi perilaku seseorang dapat dinilai dari caranya menghadapi hukum. Hukum di Indonesia jelas bersifat tidak memihak dan memaksa sehingga kapasitas sebuah masalah selalu memiliki nilai hukuman yang sama terhadap siapapun terlepas dari seberapa besar pengaruhnya terhadap masalah tersebut.
Sebagai seorang pemimpin dari sebuah organisasi yang mengatasnamakan agama, sudah seharusnya seorang Rizieq kembali ke Indonesia tanpa alasan apapun. Perkara hukum bisa dihadapi secara bersama-sama dan transparan. Saya sendiri juga masih belum percaya jika Habib Rizieq mau melakukan chatt berbau mesum terhadap tersangka pasangannya, Firza Hussein mengingat kapasitasnya sebagai seorang pemuka agama, dikagumi oleh jutaan orang, hingga mampu mempengaruhi jutaan orang lewat ceramah-ceramah yang terkesan kasar dan mengusik umat lain.
Demikian juga pengakuannya bahwa segala tuduhan itu adalah fitnah yang keji. Saya menjadi teringat dimana pada saat SBY menjabat sebagai presiden sebagai periode pertama, saat itu SBY difitnah telah pernah menikah sebelum menikah dengan Ani Yudhoyono, lantas karena SBY merasa ini adalah fitnah yang sangat keji, SBY langsung melaporkan sendiri kepada Kapolda Jayakarta (Jakarta) secara langsung meskipun dirinya sebagai orang nomor 1 dinegeri ini.
Kembali kepada masalah bertema “balada cinta rizieq” ini, jika dirinya memang benar-benar tidak bersalah, sebagai seorang pimpinan umat, sebagai seorang yang katanya keturunan nabi, sebagai seorang Habaib, sebagai seorang Imam besar, sebagai seorang yang berpengaruh bagi umatnya, mengapa dirinya sampai berminggu-minggu menyembunyikan diri diluar negeri?
Jika memang benar dirinya mengerjakan Tesis seperti yang diungkapkan oleh tim kuasa hukumnya, dirinya aktif selama putaran pilkada beberapa bulan yang lalu hingga pada saat hari H dan tidak pernah ke luar negeri untuk mengurusi masalah Tesis, bahkan yang terjadi dirinya berusaha keras untuk berteriak sekerasnya agar Ahok jangan terpilih lagi lewat usaha yang disinyalir provokasi baik ditempat ibadah, aksi-aksi besar, dan berbagai intimidasi.
Jika ada yang meragukan kapabilitas seorang Habib Rizieq sebagai lelaki, saya adalah salah satu orang yang termasuk dalam bagian itu. Ada pepatah yang mengatakan, “maling tidak akan mau mengakui kesahannya”. seorang yang berbuat salah tidak akan pernah mengakui perbuatannya sepanjang bukti-bukti yang vital belum ditemukan.
Pada saat yang sama, seorang Rizieq mengakui tidak melakukan chattmesum terhadap Firza Hussein, demikian juga para pendukungnya yang tidak percaya dengan kasus tersebut, termasuk saya yang notabene hanyalah kaum yang dicap sebagai minoritas di negeri ini. Dibalik pengakuannya dan pembelaan pendukungnya, dirinya tidak mau melakukan klarifikasi dan pembuktian soal tuduhan tersebut. Alangkah mudahnya sebenarnya membuktikan jika sebuah tuduhan berupa fitnah itu adalah kebohongan belaka. Kita bisa mengidentifikasi lewat waktu yang tertera dalam barang bukti dengan waktu dan aktivitas Rizieq pada waktu yang sama. Sangat simpel dan mudah.
Tetapi apa daya, usaha mangkirnya terhadap panggilan hukum membuat hukumpun seakan lemah, tak berdaya hanya untuk menangkap manusia sekelas Rizieq yang hanya bermodalkan nama besar. Usaha mangkirnya membuat masyarakat bertanya-tanya, apa benar Rizieq tidak bersalah? Jika memang tidak bersalah, mengapa harus berlama-lama di luar negeri hingga mencari perlindungan terhadap komnas HAM PBB segala? Ada apa dengan perilaku seorang yang terlihat lelaki ini?
Lelaki zaman sekarang memang tidak perlu adu jotos dalam menentukan siapa yang paling hebat dari orang lain. Cukup dengan tidak berulah, taat kepada hukum, berkontribusi banyak buat masyarakat, itu sudah cukup membuktikan bahwa anda memang benar-benar jantan. Tetapi jika anda lari dari panggilan hukum hanya untuk sekedar membuktikan salah atau benar, maka anda patut diragukan sebagai seorang lelaki, layaknya Rizieq.
Jika hukum masih disangsikan kredibilitasnya, mengapa hukum tetap melakukan pidana terhadap seorang Ahok yang terindikasi dekat dengan executive power? saya rasa tidak ada lagi dalih soal hukum yang memihak terhadap siapa, tinggal pertanggujawaban sebagai seorang lelaki.
Tulisan ini bukanlah bermaksud untuk menebar kebencian, tetapi lebih kepada curahan hati seorang lelaki yang selalu lantang dalam menghadapi masalah tanpa melarikan diri dari masalah yang dihadapi. Interpretasi sebagai seorang lelaki didepan khalayak umum patut diperjuangkan karena nama sebuah umat berada dipundaknya. Rizieq adalah sebuah nama yang telah menjadi konsumsi publik, semua rakyat Indonesia berhak menggunakan namanya untuk cermin sebagai seorang laki-laki, jika dirinya taat hukum. Kepada kelompok yang merasa tersinggung, introspeksi diri adalah langkah yang paling tepat sebagai warga negara Indonesia. Indonesia berasaskan taat hukum, Pancasila dan UUD 1945 dimana semua orang sama dimata hukum.
Jika Rizieq jantan, pulanglah tunjukkan bahwa dirimu adalah seorang laki-laki, laki-laki yang jantan. Tetapi jika Rizieq banci, silahkanlah menetap diluar negeri karena setidaknya ada satu orang banci yang sudah keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H