Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Agama dan Politik, Perpaduan Menuju Kehancuran Demokrasi?

11 April 2017   13:14 Diperbarui: 11 April 2017   21:00 2035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komoditas politik murahan ini semakin tidak berharga saat harapan tidak tercapai. Sumpah serapah dan maki-makian terdengar keras di rumah ibadah, tak perduli mengucapkan kata terhina sekalipun, toh umat-umat dibelakangnya juga akan mengiyakan dan mendengar dengan baik.

Jika sudah pada saatnya harapan tidak terlaksana, maka saatnya membentuk pemerintahan tandingan, misalnya Gubernur tandingan seperti yang ada di DKI Jakarta meski pada akhirnya gubernur tandingan ini tidak memiliki fungsi administrative dan birokrasi sama sekali karena tidak memiliki pemilih yang jelas, konstitusi yang jelas, hukum yang jelas, aparat yang jelas, dan aktivitas yang jelas. Aktivitasnya hanya ada saat-saat demonstrasi saja dengan berteriak-teriak sumpah serapah kepada orang yang dibencinya.

Begitulah, kebencian menjadi buah dari murahnya agama dalam komoditi politik masa kini. Agama menjadi terlihat ternoda oleh aktivitas murahan yang hanya bisa dibayar dengan bayaran nasi bungkus dan amplop yang berisi beberapa puluh ribu rupiah. Meskipun demikian, masih banyak yang mampu berjiwa spiritual bukan hanya religius saja, tentu masih ada harapan agar situasi yang demikian bisa diperbaiki dengan menempatkan agama pada tempat yang seharusnya, bukan menjadi barang dagangan untuk pemilu. Agama tetap tempatnya kepada agama, politik biarkan berjalan sesuai dengan ranahnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun