Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik

Subsidi BBM Dialihkan Mahasiswa Turun Kejalan, Ketua DPR Catut Nama Presiden Mahasiswa Kemana?

24 November 2015   19:07 Diperbarui: 24 November 2015   19:07 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mahasiswa sedang demonstrasi (dok. pribadi)"][/caption]Mahasiswa, ya merekalah yang disebut-sebut sebagai pahlawan reformasi tahun 1998. Mahasiswa pada saat itu sangat ditakuti oleh pemerintah dan DPR karena idealismenya yang kuat dan benar-benar sejalan dan satu tujuan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang murni. Ditangan mereka jugalah orde baru benar-benar mengakhiri wewenangnya sebagai penguasa yang diktator.

Fenomena gerakan mahasiswa tidak hanya berujung sampai disitu. Reformasi tahun 98 telah menjadi dasar dan pedoman bagi para mahasiswa yang aktivis untuk melakukan aksinya dan mengajak pihak-pihak yang seide dan sependapat untuk beraksi di depan Istana Negara, Gedung DPR, bahkan dikampus sendiri. Mahasiswa sekarang banyak mengagung-agungkan keberhasilan mahasiswa tahun 98 untuk menggulingkan pemerintahan paling terkorup di sejagat raya, rezim Soeharto.

Saya teringat pada pada awal-awal ketika menjadi mahasiswa, bagaimana para senior di kampus begitu menyuarakan semangat mahasiswa tahun 98 dengan jargon “Hidup Mahasiswa” ditambah dengan kepalan tangan keatas yang menandakan sebuah ketegasan yang menyatu tanpa ragu. Bahkan pada saat pelatihan kepemimpinan sekalipun, sosialisasi aksi untuk turun kejalan adalah salah satu acara paling ini dalam kegiatan ini. bagaimana cara beraksi, menyuarakan pendapat, mempertahankan dan merapatkan barisan, melawan provokasi pihak keamanan, sampai diajari cara menghadapi kemungkinan bentrokan badan. Sehingga yang terlihat bukan hanya sosialisasi, tetapi konflik yang serius, bukan main-main karena sosialisasi yang demikian ternyata mampu menyulut emosi lewat peranannya masing-masing (sebagai demonstran dan pihak keamanan).

Kembali ke aksi mahasiswa zaman sekarang, banyak yang memuji mahasiswa ketika ada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak terhadap rakyat, misalnya penaikan harga BBM, penaikan upah buruh, penolakan kedatangan presiden ke suatu daerah, bahkan sampai menuntut turun seorang presiden dari jabatannya. Kata mereka, kegiatan mereka itu idealis dan realistis untuk kebutuhan masyarakat. Banyak pula masyarakat yang apreasif terhadap demonstrasi yang membela hak-hak rakyat karena secara langsung mahasiswa telah menyampaikan aspirasi rakyat kepada masyarakat, “jika di dengar dan tidak diacuhkan oleh pemerintah”.

Berbagai masalah yang tidak prorakyat selalu mengundang aksi mahasiswa agar pemerintah mengkaji ulang kembali apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tetapi sepertinya, untuk kasus pencatutan nama presiden Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla dalam masalah perpanjangan kontrak Freeport oleh ketua DPR RI Setya Novanto sepertinya tidak (belum) mengundang reaksi mahasiswa untuk menuntut mundur (setidaknya menuntut sidang transparan) Setya Novanto.

Yang terjadi sekarang bahkan mahasiswa tidak kelihatan batang hidungnya entah dimana berada. Apakah mereka sudah capek untuk menyuarakan perubahan di negeri ini? saya kira tidak, mereka masih muda. Apakah mereka tidak tahu soal kasus ini, padahal ini menyangkut kedaulatan dan martabat lembaga tertinggi negara? saya piker tidak juga, karena mereka pasti sudah mengetahuinya lewat berbagai media. Apakah mereka masih mempersiapkan diri untuk aksi yang sebenarnya? Saya pikir juga tidak, karena kasus ini sudah hampir satu minggu.

Berbeda dengan kasus kebijakan pemerintah “yang katanya” tidak pro rakyat, mahasiswa langsung amat responsif dengan langsung turun kejalan. Tidak tanggung- tanggung, mahasiswa seluruh Indonesia bersatu melalui BEM SI untuk aksi. Tidak peduli dengan tempat, ujung barat dan ujung timur sekalipun, mereka akan datang ke Jakarta untuk bersatu menghadang istana dan DPR. Tetapi untuk kasus Setya Novanto ini, sepertinya mahasiswa sedang dibutakan oleh pemikirannya yang hanya menunggu kesalahan dan kelengahan dari pemerintah saja. Entah apa yang terjadi dibalik itu? Hemmmmm.

Kasus Setya Novanto tidak Populer di mata Mahasiswa

Berbeda dengan kasus kebijakan pemerintah yang tidak dianggap tidak pro-rakyat, kasus Setya Novanto sepertinya belum mengundang emosional mahasiswa Indonesia terutama yang di Jakarta. Berdasarkan pengamatan saya sendiri, mahasiswa zaman sekarang banyak yang subjektif dalam memandang pemerintah dan DPR dan bahkan parta oposisi. Mahasiswa didominasi pemikiran buruk tentang pemerintahan yang berjalan sekarang ini seperti Jokowi yang tidak tegas, Jokowi yang bekerja lambat, Jokowi yang nga-ngu, Jokowi yang pencitraan, padahal kalo ditanya apa alasannya, mereka tidak memiliki bukti untuk mendukung opini mereka.

Ya, seperti itulah mungkin yang menyebabkan mahasiswa kurang simpatik terhadap kasus Setya Novanto. Pola pikir mahasiswa tahun 98 sudah banyak sekali berbeda dengan pola piker mahasiswa sekarang. Mahasiswa sekarang cenderung menyukai kebijakan yang popular, misalnya tidak menyetujui kenaikan BBM (penghapusan subsidi BBM), padahal sudah jelas dalam regulasi Jokowi-JK, subsidi BBM dialihkan untuk kepentingan yang lebih produktif. Berbeda dengan mahasiswa tahun 98, mereka cenderung idealis, pancasilais dan mementingkan kepentingan jangka panjang, serta semangat persatuannya lebih tinggi sehingga hasilnyapun besar dan pasti untuk kepentingan rakyat dan nasional.

Hal tersebut membuat kasus Setya Novanto tidak popular dimata mahasiswa, padahal masyarakat bersama pemerintah juga membutuhkan dukungan yang jelas untuk kepentingan keputusan masalah ini. mahasiswa diperlukan untuk mengontrol tranparansi yang dilakukan oleh Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Saya sendiri masih meragukan MKD dalam kasus ini, belajar dari kasus pertemuan Setya Novanto dengan calon presiden AS, Donald Trump beberapa bulan lalu.

Kembali kepada para mahasiswa, dimanakah kalian wahai mahasiswa? Apakah mata kalian sudah tertutupi oleh subjektivitas yang telah terlanjur menopang organisasi kalian dibelakang kalian? Apakah kalian terlanjur makan bersama dengan mereka yang bermasalah sehingga untuk bersuara saja tidak mampu menunjukkan batang hidung?  Apakah kaliah sudah dikenyangkan terlebih dahulu oleh mereka tikus-tikus yang tidak punya celana dalam? Mari turun kejalan, mari sepakat, mari satu hati untuk menurunkan ketua DPR RI, Setya Novanto yang telah merusak citra DPR, Presiden, dan Indonesia itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun