Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Politik

Silahkan Kritik, Tapi Jangan Hina Presiden

3 November 2015   16:33 Diperbarui: 3 November 2015   16:38 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini, banyak berita beredar tentang upaya pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk menindak tegas pihak yang melecehkan presiden. Saat ini upaya untuk melecehkan dan menyebar luaskan fitnah terhadap presiden sangat mudah terutama dengan leluasanya penggunaan media sosial yang sangat ekonomis dan efektif untuk menyebarkan informasi tanpa mengorbankan waktu dan biaya yang lebih banyak.

Terbaru adalah ketika presiden Jokowi melakukan kunjungan ke daerah pedalaman provinsi Riau untuk bertemu dengan suku anak dalam. Hanya karena foto-foto presiden yang memang terbilang sangat jarang (mengingat belum pernah seorang presiden RI bertemu dengan suku yang belum mengenakan baju secara penuh untuk menutupi tubuhnya), isu foto tersebut berubah menjadi sebuah fitnah yang katanya “direkayasa” oleh tim kunjungan presiden itu sendiri.

Barangkali orang tersebut terinsipirasi untuk melakukan fitnah karena sebelumnya ada foto dengan posisi yang sama, sehingga dalam benaknya terkesan settingan. Barangkali orang yang memfitnah tersebut adalah orang yang cemburu dan jauh memahami karakter seorang presiden Jokowi. Barangkali tukang fitnah tersebut adalah balas dendam politik karena kekalahan capres pujaannya pada pemilihan presiden 2014 lalu.

Mengkritik adalah sebuah tindakan yang sah-sah saja apalagi mengkritik adalah hak seseorang terhadap sebuah fenomena yang sedang terjadi atau yang sedang dialami. Dalam esensinya, kritik adalah penganalisaaan dan pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, dan membantu untuk memperbaiki pekerjaan, sebagaimana dikatakan oleh Curtis dan B. Floyd, dkk dalam bukunya Komunikasi Bisnis dan Profesional. Mengkritik adalah kegiatan yang positif karena menjadi bahan evaluasi bagi seseorang untuk menentukan sebuah arah dan tujuannya, demikian juga kepada pemerintah, kritik menjadi evaluasi kinerja dan penentuan target pemerintahan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Jadi, kritik itu bercitra posifif, dan fitnah itu jelas negative.

Mengacu pada defenisi kritik tersebut, jika kita mengambil keotentikan foto yang asli, kita seharusnya bisa berfikir bijak tanpa harus memberikan fitnah yang sebenarnya tidak masuk akal sehat. Urutan kegiatan Jokowi pada saat melakukan kunjungan adalah melakukan kunjungan pertama ke suku anak dalam, kemudia diikuti kunjungan ke suku yang berikutnya. Jadi, nol besar jika dikatakann foto tersebut adalah settingan. Mungkin jika kita perdalam lagi, untuk apa seorang Joko Widodo memerlukan settingan foto? Jokowi tidak membutuhkan acting dan berganti peran atau harus memakai topeng. Jokowi tidak perlu pusing untuk memikirkan soal publikasi soalnya hampir semua media selalu mengikuti langkah Jokowi kemanapun dan kapanpun berada.

Meski Polri sempat menegaskan akan mengusut kasus ini sampai tuntas, tetapi presiden Jokowi dengan berbesar hati memaafkan pelaku fitnah tersebut sembari berharap tidak ada lagi fitnah yang demikian terhadap apapun tanpa dasar.

Peranan Media

Saat ini, media adalah sarana tercepat untuk menyampaikan sesuatu dalam skala kecil maupun besar sehingga memiliki efek yang sangat besar pula. Efek yang seperti ini menimbulkan efek positif dan negative. Positif jika memang berita yang disampaikan sesuai dengan fakta ataupun kritikan yang memiliki alasan dan dasar yang jelas. Negative jika berita yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta dan tidak memiliki alasan yang jelas sehingga bermuara pada fitnah. Fitnah yang disebarkan ini pula menjadi bahan konsumsi masyarakat luas terutama kepada masyarakat yang tidak selektif (asal telan saja) sehingga membuat fitnah tersebut lebih cepat berakar dari umurnya yang seharusnya.

Lebih parahnya lagi pelaku fitnah dalam media (terutama media sosial) adalah para remaja atau generasi muda penerus dan harapan bangsa. Mereka bukannya tidak berpendidikan dan tidak mampu menyeleksi apa yang mereka dapat dan apa yang layak dibuang. Begitu juga dengan berita-berita yang dari media, manusia Indonesia didominasi oleh pikiran yang sok kritis padahal otak krisis. Banyak yang berpikiran, “mengkritik pemerintah itu hebat, trend luar biasa,” padahal mereka sebenarnya tidak tahu apa yang mereka kritik.

Media harus lebih selektif untuk memberitakan sebuah peristiwa. Ada baiknya media memberitakan suatu peristiwa secara beruntut, jelas, da nada kronologis yang jelas agar pembaca mengetahui secara penuh latar belakang dari peristiwa tersebut sehingga tidak ada lagi fitnah. Saat ini, media lebih banyak memberitakan “cuplikan” saja atau potongan berita saja sehingga masyarakat juga menerima potongan tersebut, apalagi mereka yang tidak mampu berpikir realistis dan logis, berita itu akan cepat menyebar karena begitu gampanganya melakukan share di media sosial.

Diperlukan Tindakan yang Tegas

Negara Indonesia adalah negara hukum sehingga siapapun yang melanggar hukum tersebut akan ditindak secara tegas tanpa terkecuali. Memfitnah seseorang adalah bagian dari pelanggaran hukum karena menjelekkan nama baik seseorang atau lembaga. Apalagi status seseorang tersebut adalah sebagai kepala negara, maka anda juga sebenarnya telah melakukan bunuh diri dengan memfitnah negara anda sendiri karena presiden adalah simbol dan kepala negara itu sendiri.

Polri perlu bekerja sama dengan pemerintah dengan Badan Intelejen Nasional (BIN) untuk membuat aturan dan regulasi yang jelas soal penindakpidanaan fitnah terutama kepada kepala negara. begitu juga dengan media sosial, sudah seharusnya diberikan control yang lebih maksimal dengan memblokir langsung akun yang melakukan fitnah sehingga fitnah yang akan ditabur tidak jatuh kepada konsumen media sosial yang lainnya.

Pelaku fitnah harus dihukum seberat-beratnya karena fitnah itu lebih kejam dari sebuah tusukan pisau. Fitnah bisa membunuh harga diri suatu bangsa, fitnah bisa menghancurkan persaudaraan dan fitnah bisa menghancurkan trust dan segalanya. Presiden harus dilindungi dari fitnah secara utuh. Ingat, Presien wajib dilindungi dari fitnah tetapi silahkan mengkritik semau anda.

 

Jhon Miduk Sitorus, Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun