Mohon tunggu...
Jhon Wamaer
Jhon Wamaer Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ajaran "Sang Pemimpi"

22 Februari 2018   19:36 Diperbarui: 22 Februari 2018   19:42 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sang Pemimpi adalah salah satu judul novel karya Andrea Hirata yang terbit pada Juli 2016 dan merupakan novel kedua dari tetralogi (bahasa Latin yang juga berarti "empat") Laskar Pelangi.

Sinopsis novel Sang Pemimpi,

Selayaknya kenakalan remaja biasa, tapi kemudian tanpa Anda sadari, kisah dan karakter-karakter dalam buku ini lambat laun menguasai pembaca. Potret-potert kecil yang menawan akan menghentakkan Anda pada rasa humor yang halus tetapi memiliki efek filosofis yang meresonansi. Arti perjuangan hidup dalam kemiskinan yang membelit dan cita-cita yang gagah berani dalam kisah dua orang tokoh utama buku ini, Arai dan Ikal, akan menuntun Anda dengan semacam keanggungan dan daaya Tarik. Dengan begitu, Anda dapat melihat ke dalam diri sendiri dengan penuh pengharapan, juga menolak semua keputusasaan dan ketidakberdayaan.

Novel Sang Pemimpi merupakan cerita yang menggunakan latar belakang para pemuda yang berasal dari Tanjung Pandan, Provinsi Bangka Belitung Timur, Pulau Belitong, Sumatra Selatan dengan kondisi ekonomi dan sosial yang begitu sederhana dibagian awal cerita. Kemudian dilanjutkan dengan latar tempat dimana yang harus membuat tokoh utama berpindah tempat demi mengejar mimpinya. Latar belakang waktu yang digunakan adalah kisaran tahun 1988 hingga 1990-an. Pengarang juga menjelaskan dengan jelas kapan waktu yang terjadi pada saat itu dari tanggal, bulan, dan tahunnya. Latar sosial yang melatar belakangi cerita ini adalah kehidupan sosial di suatu tempat yang terdiri dari berbagai bangsa. Serta nuansanya lebih condong ke Melayu dengan gejolak remaja yang disertai dengan impiang-impian yang dapat menggerakan suasana emosi pembaca. Namun di dalam cerita ini setiap kejadian sendiri memiliki perbedaan atau perubahan latar sesuai dengan perkembangan alur cerita yang berjalan maju dengan diikuti beberapa kenangan yang muncul pada pikiran tokoh utama.

"Aku mengintip keluar, 15 Agustus 1988 hari ini, musim hujan baru mulai". Sang Pemimpi (4)

"Akhirnya, kampung kami memiliki sebuah SMA, sebuah SMA Bukan Main! Dulu kami harus sekolah SMA ke Tanjong Pandan, 120 kilometer jauhnya. Sungguh hebat SMA kami itu, sebuah SMA Negeri! Benar-benar bukan main!". Sang Pemimpi (6)

"Kami tak peduli mungkin karena panik akan keadaan kami sendiri. Berbulanbulan di Bogor, berbekal selembar ijazah SMA, kami tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Bahkan hanya sekadar ingin menjadi penjaga toko susahnya minta ampun. Pada bulan keempat, dengan sangat terpaksa kami memecahkan celengan kuda Sumbawa dan kuda sandel itu. Tebersit perasaan bersalahku pada Jimbron. Tapi apa boleh buat, melamar kerja pun perlu biaya. Jika masih begini, napas kami tinggal tiga bulan di Jawa. Aku teringat pesan mualim untuk kembali ke Tanjung Priok pada bulan Juli jika Jawa tak bersimpati pada nasib kami. Dan bulan Juli masih tujuh bulan lagi, berarti, kami harus berhibernasi seperti hewan pengerat marmot yang hidup di Pegunungan Alpen ketika musim salju."  Sang Pemimpi (236)

"Berbagai bangsa telah merapat ke demaga Magai: Arab, Afrika, Cina, India, Pakistan, bahkan orang-orang perahu dari Kamboja. Yang paling sering adalah orang-orang bersarung. Jika musim buah, mereka membawa kweni, pisang, dan manggis, menjualnya pada penampung di stanplat lalu pulang ke pulau-pulau kecil yang terbesar di Belitong Timur membawa minyak tanah dan beras. Mereka tinggal di perahu dan memakai sarung sampai menudungi kepala, sering dengan sengaja mereka menutupi wajah. Hanya itulah adat yang kukenal". Sang Pemimpi (95)

Dalam cerita ini, tema yang menjadi pedoman sekaligus pokok dari kisah tokoh utama ini adalah mengisahkan tentang pendidikan, persahabatan, persaudaraan dan perjuangan mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap kekuatan sebuah mimpi atau pengharapan. Dengan inti yang menceritakan tentang kehidupan dan pendidikan di tengah perekonomian yang miskin di daerah pedalaman Belitong melalui jalinan kuat persaudaraan antara Ikal dengan Arai dan persahabatan Arai serta Ikal dengan lainnya.

"Merantau, kita harus merantau, berapa pun tabungan kita, sampai di Jawa urusan belakangan," Arai yakin sekali dengan rencana ini". Sang Pemimpi (216)

"Tapi aku tak 'kan surut. Tokoh-tokoh hebat telah mempersiapkanku untuk situasi ini. Bu Muslimah guru SD-ku yang telah mengajariku agar tak takut pada kesulitan apa pun, ayahku dengan senyum lembutnya yang membakar jiwaku, Pak Balia yang menunjukkan padaku indahnya penjelajahan ilmu, dan Arai yang mengingatkanku agar tak mendahului nasib". Sang Pemimpi (256)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun