Mohon tunggu...
Ivan Jhansen
Ivan Jhansen Mohon Tunggu... -

Interest in Badminton

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

[Indonesia Grand Prix Gold 2013] Pertemuan Dua Playmaker Hebat

29 September 2013   11:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:14 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Partai final ganda campuran Indonesia Grand Prix Gold 2013 antara Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir siang nanti (29/9) seperti menjadi ajang unjuk kebolehan dua playmaker putri terbaik Indonesia saat ini dan yang pernah ada, Liliyana Natsir dan Vita Marissa.

Nama Vita Marissa terlebih dahulu muncul ke permukaan. Wanita kelahiran 4 Januari 1981 ini sudah berhasil menjadi juara Indonesia Open dan meraih medali emas SEA Games ketika masih berusia 20 tahun tepatnya di tahun 2001 berpasangan dengan Deyana Lomban di nomor ganda putri dan Nova Widianto di ganda campuran. Bersama dengan Nova pula gadis asal Manado ini menjadi Juara Asia di tahun 2003.

Nasib kurang beruntung dialami Vita di tahun 2004 dirinya mengalami cedera yang memaksa dirinya harus minggir dari lapangan untuk beberapa waktu. Nova yang ditinggal Nova kemudian dipasangkan dengan Liliyana Natsir.

Akibat cedera tersebut, karier seorang Vita Marissa nyaris berhenti. Ia baru kembali berhasil menjadi juara di tahun 2007 ketika berpasangan dengan Flandy Limpele. Hebatnya, bersama Flandy meraih banyak sekali gelar. Puncaknya ketika pasangan Flandy/Vita menjadi semifinalis Olimpiade 2008.

Lepas dari Flandy yang memasuki masa pensiun, Vita berpasangan dengan pemain muda, Muhammad Rijal. Kehebatan seorang Vita ternyata tidak hilang, bersama Rijal Ia memenangi Japan Open 2008. Padahal saat itu mereka baru pertama kali dipasangkan.

Lama tidak bermain di nomor ganda putri, Vita kembali mencoba nomor yang membawanya menjadi juara di usia muda itu. Berpasangan dengan Liliyana yang merupakan juniornya, Vita kembali membuktikan kehebatannya. Medali emas SEA Games 2007, Juara China Master 2007, dan juara Indonesia Open 2008 meruapakan sederet prestasinya bersama Liliyana.

Di tahun 2009, Vita memutuskan mundur dari Pelatnas Cipayung karena PBSI saat itu tidak mau mmengabulkan permintannya untuk menaikkan gaji sebesar 20 persen.

"Kita sudah 12 tahun berkiprah membela bangsa dan negara, tapi minta kenaikan hanya 20 persen saja tidak diperbolehkan," ujar Vita Marissa saat itu.

Lepas dari Pelatnas, Vita mulai berjalan secara mandiri. Beberapa kali Vita bergonta-ganti pasangan bahkan sempat berpasangan pula dengan atlet asing seperti Saralee Thoungthongkam dan Robert Blair.

Mulai awal 2013 lalu, Vita kembali menggandeng nama baru, yaitu Praveen Jordan di nomor ganda campuran dan Variella di ganda putri. Bersama dengan mereka, sampai saat ini Vita sudah meraih tiga gelar juara.

Jalan cerita Vita Marissa agak mirip dengan Liliayan Natsir atau yang kerap disapa Butet. Butet bergabung dengan pelatnas di usia yang masih sangat muda. Tapi, beberapa lama di Pelatnas tanpa gelar membuatnya sempat putus asa.

Cedera yang diderita Vita di tahun 2004 ternyata menjadi sebuah "anugerah" untuk Butet. Butet mulai dipasangkan dengan Nova yang saat itu sedang "menduda". Pasangan Nova/Butet ternyata berhasil melebihi prestasi Nova/Vita sebelumnya.

Di usai yang belum genap 20 tahun, Butet sudah bisa menjadi Juara Dunia, tepatnya di tahun 2005. Rentetan prestasi seperti mengalir begitu saja bagi pasangan Nova/Butet. Hampir semua gelar bergengsi pernah direbut Butet bersama Nova, kecuali All England dan medali emas Olimpiade serta Asian Games. Prestasi tertinggi mereka di dua turnamen itu hanya menjadi runner up All Engalnd dan medai perak Olimpiade (tahun 2008). Bahkan Butet berhasil memenangi Kejuaraan Dunia keduanya di tahun 2007.

Selain di nomor ganda campuran, Butet juga meraih sukses di nomor ganda putri bersama sang senior, Vita Marissa.

Tahun 2010, Nova Widianto secara resmi menyatakan gantung raket. Saat itu lah Butet beberapa kali berganti pasangan. Walaupun begitu, Butet masih berhasil menjuarai Malaysia Open 2010 bersama Devin Lahardi.

Butet seperti menemukan lagi partner sejatinya kembali ketika dipasangkan dengan Tontowi Ahmad di tahun 2010. Beberapa gelar Super Series berhasil digenggam. Bahkan, gelar All England yang sebelumnya belum pernah diraih malah berhasil dimenangi bersama Tontowi sebanyak dua kali di tahun 2012 dan 2013. Butet juga sukses meraih gelar juara dunia ketiganya di tahun 2013 ini.

Sayangnya, satu gelar prestisius yang belum dimenangi Butet, yaitu medali emas Olimpiade masih urung didapat. Di Olimpiade 2012 lalu bahkan Butet tidak berhasil meraih satu medali pun.

Final siang nanti kita akan melihat dua playmaker terhebat di Indonesia akan saling mempertunjukan kepiawaian bermain di depan net dan mengatur serangan. Tapi, siapa pun yang menang nanti, mereka tetap menjadi playmaker terbaik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun